Periang, penuh semangat, dan juga ramah itulah kesan yang pertama kali muncul ketika mendengar suara Fajar Indayani. Senang sekali bisa berkenalan dengan salah satu anggota Jaringan Penulis Indonesia satu ini. Gadis yang sedang menempuh program sarjana di Institut Seni Indonesia di kota Padang itu lahir pada tanggal 31 Agustus 1996. Dia memutuskan untuk masuk ke ISI Padang Panjang, karena ingin mengikuti apa yang ingin dia capai sesuai dengan kemampuannya. Terbukti dengan kemampuan menulisnya, sebentar lagi dua ide cerita buatannya berjudul "Gendang Cinta Makan Tuan" dan "Ondel-Ondel Enteng Jodoh" kini dalam proses produksi dan siap ditayangkan di SCTV.
Ide cerita itu terlahir ketika Fajar memperoleh kesempatan emas untuk magang di rumah penulis skenario Endik Koeswoyo sebagai prasayarat perkuliahannya.
Sering Menjadi Juara Lomba Puisi dan Dongeng
Sejak duduk di bangku Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau setara dengan SD sampai SMA, Fajar sudah aktif dalam kegiatan seni. Kepada tim JPI, Fajar menceritakan cerita serunya saat ia masih kecil. Sewaktu MI di Rimbo Bujang, Jambi, Fajar diutus untuk mengikuti perlombaan tingkat provinsi untuk kompetisi tari. Sejak MI, Fajar memang sudah akrab dengan puisi, kaligrafi dan juga tari. Tetapi sangat disayangkan, sewaktu menginjak masa SMP, Fajar sempat meninggalkan dunia seni yang ia senangi. Tapi, hal itu tak berlangsung lama. Ketika masuk SMA,
Fajar kembali memantik semangatnya untuk berprestasi dengan mengikuti lomba-lomba puisi antar sekolah se-kabupaten. Fajar juga pernah dikirim mengikuti ajang Festival Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) dalam bidang seni tari di tingkat provinsi. Fajar yang sangat aktif mengikuti berbagai macam perlombaan, seperti puisi dan dongeng telah banyak mendulang kemenangan dalam ajang tersebut.
Awal mula Fajar suka menulis dimulai ketika masih kecil, dimana saat itu Fajar sering membuat cerita dongeng tentang kehidupan putri-putri kerajaan. Tetapi, karena tidak ada dukungan dari kedua orang tuanya, Fajar pun akhirnya memilih lebih fokus pada dunia tari. Hobinya menulis baru terasah semenjak Fajar kuliah dan mengambil jurusan televisi dan film. Jurusan itulah yang pada akhirnya menarik Fajar untuk merantau dan menimba ilmu di perguruan tinggi di Padang. Salah satu alasan Pemilihan jurusan tersebut didasari oleh kesenangan Fajar yang sering menonton acara televisi berjudul Yuk Keep Smile. Fajar tertarik melihat aktivitas para kru di balik layar yang bekerja dengan penuh keceriaan. Dari situlah, Fajar mulai menemukan cita-citanya untuk menjadi kru sebuah stasiun televisi jika sudah lulus kelak.
Tantangan pun datang ketika masa perkuliahan dimulai. Film dan televisi adalah dunia baru yang Fajar geluti. Fajar tak memiliki dasar ilmu pada jurusan yang dia pilih. Dengan kegigihannya, akhirnya Fajar bisa beradaptasi dengan baik. Tekadnya begitu kuat, karena memang inilah jalan yang dipilihnya sesuai dengan apa yang dia cita-citakan. Terbukti, pada awal perkuliahan Fajar diajak untuk shooting oleh seniornya di kampus ISI di Padang, Sumatra Barat. Tawaran untuk bergabung dari kakak tingkatnya membuat Fajar belajar banyak hal. Terlibat dalam tim kerja membuat Fajar mendapatkan banyak ilmu dan wawasan tentang bagaimana cara memproduksi film. Pengalaman inilah yang membuat Fajar semakin percaya diri untuk mewujudkan angan-angannya menjadi bagian dari kru film. Hingga pada akhirnya, Fajar memberanikan diri untuk terbang ke Jakarta demi magang satu bulan, belajar pada penulis yang dianggapnya memiliki rekam jejak baik dan sudah pasti produktif. Niatnya magang ke Ibu kota pun terlaksana pada bulan Februari, saat perkuliahan memasuki masa libur semester lima. Nekad sungguh nekad, meski belum mendapat kejelasan diterima untuk magang di tempat kursus menulis "Wahana Menulis", Fajar tetap berangkat ke Jakarta. Selama seminggu Fajar sempat luntang-lantung.
Ide cerita itu terlahir ketika Fajar memperoleh kesempatan emas untuk magang di rumah penulis skenario Endik Koeswoyo sebagai prasayarat perkuliahannya.
Sering Menjadi Juara Lomba Puisi dan Dongeng
Sejak duduk di bangku Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau setara dengan SD sampai SMA, Fajar sudah aktif dalam kegiatan seni. Kepada tim JPI, Fajar menceritakan cerita serunya saat ia masih kecil. Sewaktu MI di Rimbo Bujang, Jambi, Fajar diutus untuk mengikuti perlombaan tingkat provinsi untuk kompetisi tari. Sejak MI, Fajar memang sudah akrab dengan puisi, kaligrafi dan juga tari. Tetapi sangat disayangkan, sewaktu menginjak masa SMP, Fajar sempat meninggalkan dunia seni yang ia senangi. Tapi, hal itu tak berlangsung lama. Ketika masuk SMA,
Fajar kembali memantik semangatnya untuk berprestasi dengan mengikuti lomba-lomba puisi antar sekolah se-kabupaten. Fajar juga pernah dikirim mengikuti ajang Festival Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) dalam bidang seni tari di tingkat provinsi. Fajar yang sangat aktif mengikuti berbagai macam perlombaan, seperti puisi dan dongeng telah banyak mendulang kemenangan dalam ajang tersebut.
Awal mula Fajar suka menulis dimulai ketika masih kecil, dimana saat itu Fajar sering membuat cerita dongeng tentang kehidupan putri-putri kerajaan. Tetapi, karena tidak ada dukungan dari kedua orang tuanya, Fajar pun akhirnya memilih lebih fokus pada dunia tari. Hobinya menulis baru terasah semenjak Fajar kuliah dan mengambil jurusan televisi dan film. Jurusan itulah yang pada akhirnya menarik Fajar untuk merantau dan menimba ilmu di perguruan tinggi di Padang. Salah satu alasan Pemilihan jurusan tersebut didasari oleh kesenangan Fajar yang sering menonton acara televisi berjudul Yuk Keep Smile. Fajar tertarik melihat aktivitas para kru di balik layar yang bekerja dengan penuh keceriaan. Dari situlah, Fajar mulai menemukan cita-citanya untuk menjadi kru sebuah stasiun televisi jika sudah lulus kelak.
Tantangan pun datang ketika masa perkuliahan dimulai. Film dan televisi adalah dunia baru yang Fajar geluti. Fajar tak memiliki dasar ilmu pada jurusan yang dia pilih. Dengan kegigihannya, akhirnya Fajar bisa beradaptasi dengan baik. Tekadnya begitu kuat, karena memang inilah jalan yang dipilihnya sesuai dengan apa yang dia cita-citakan. Terbukti, pada awal perkuliahan Fajar diajak untuk shooting oleh seniornya di kampus ISI di Padang, Sumatra Barat. Tawaran untuk bergabung dari kakak tingkatnya membuat Fajar belajar banyak hal. Terlibat dalam tim kerja membuat Fajar mendapatkan banyak ilmu dan wawasan tentang bagaimana cara memproduksi film. Pengalaman inilah yang membuat Fajar semakin percaya diri untuk mewujudkan angan-angannya menjadi bagian dari kru film. Hingga pada akhirnya, Fajar memberanikan diri untuk terbang ke Jakarta demi magang satu bulan, belajar pada penulis yang dianggapnya memiliki rekam jejak baik dan sudah pasti produktif. Niatnya magang ke Ibu kota pun terlaksana pada bulan Februari, saat perkuliahan memasuki masa libur semester lima. Nekad sungguh nekad, meski belum mendapat kejelasan diterima untuk magang di tempat kursus menulis "Wahana Menulis", Fajar tetap berangkat ke Jakarta. Selama seminggu Fajar sempat luntang-lantung.
Menimba Ilmu Pada Seorang Penulis Senior
Bersama Penulis Skenario, Endik Koeswoyo dan isterinya, Dita Faisal
Fajar datang ke Jakarta dengan modal nekat, tanpa ada keputusan dari Sekolah Menulis “Wahana Menulis”. Fajar mencoba mendatangi alamat kantor “Wahana Menulis”, tapi karena Fajar datang tanpa membawa surat keterangan magang dari kampus, Fajar pun ditolak untuk magang di Wahana Menulis. Pengalaman ditolak magang tak membuatnya putus asa. Meski dilanda rasa bingung, Fajar tetap bersikeras untuk bisa magang di Jakarta.
Fajar tak tinggal diam. Perempuan berdarah Jawa ini nekat berdiam diri di Jakarta dan numpang kos di rumah teman kakak tingkatnya di ISI Padang. Seminggu tak dapat kejelasan, tak dapat tempat magang, jalan Fajar terbuka lewat kakak tingkatnya bernama Ferdinand Almy. Melalui Ferdinand, Fajar bisa magang dan belajar pada penulis skenario, Endik Koeswoyo. Ferdinand yang kala itu sedang berada di Bogor untuk menyelesaikan editing film garapannya, menelpon Endik Koeswoyo dan meyakinkan Endik untuk menerima mahasiswa magang yang tak kunjung mendapat tempat magang. Berbuah pertemanan dan kepercayaan antara Ferdinand dan Endik, akhirnya Fajar pun diantar oleh Ferdinand ke rumah Endik di kawasan Jakarta Timur.
Fajar memang nekat. Jadwal magangnya seharusnya tahun depan. Tapi, Fajar sudah merancang kesuksesannya, mencuri kesempatan mengisi waktu libur kuliahnya, untuk magang. Fajar mencuri langkah untuk bisa lulus lebih cepat dari teman-temannya. Memanfaatkan waktu libur semester, menjadi strateginya untuk segera menyusun skripsinya, tanpa terbebani masa magang yang bersamaan dengan masa skripsi.
“Bertemu dengan Mas Endik Koeswoyo adalah anugerah bagi saya,” ujar Fajar sambil tertawa. Dia menyebut bahwa Endik Koeswoyo dan Dita Faisal sangat tulus membantunya. Karena di tengah-tengah kebingungannya yang luntang-lantung di Jakarta, Endik dan isterinya, Dita menyambutnya dengan baik dan bersedia membantunya memecahkan kebuntuannya. Masih teringat dalam ingatan Fajar, saat ia dan Ferdinand dijamu bubur kacang ijo oleh Dita Faisal. Di tengah panasnya terik siang Jakarta, Dita Faisal membantu Fajar untuk mencarikan kos yang paling dekat dengan kediaman mereka. Meski belum dapat kos di posisi terdekat, akhirnya Fajar pun mendapatkan rumah kos lewat aplikasi di ponsel pintarnya. Diantar oleh Ferdinand, Fajar sampai juga ke rumah kos yang ditujunya.
Saat masuk magang dihari pertama, kalimat yang pertama kali ditanyakan oleh Endik Koeswoyo kala itu adalah alasan kenapa ingin jadi penulis. Fajar hanya menjawab bahwa menulis adalah target terakhir Fajar untuk kehidupan masa depannya. Menjadi penulis adalah pilihan terakhir. Karena mau tidak mau Fajar harus berkecimpung dengan dunia penulisan skenario untuk menyelesaikan tugas-tugasnya di kampus.
Fajar tak tinggal diam. Perempuan berdarah Jawa ini nekat berdiam diri di Jakarta dan numpang kos di rumah teman kakak tingkatnya di ISI Padang. Seminggu tak dapat kejelasan, tak dapat tempat magang, jalan Fajar terbuka lewat kakak tingkatnya bernama Ferdinand Almy. Melalui Ferdinand, Fajar bisa magang dan belajar pada penulis skenario, Endik Koeswoyo. Ferdinand yang kala itu sedang berada di Bogor untuk menyelesaikan editing film garapannya, menelpon Endik Koeswoyo dan meyakinkan Endik untuk menerima mahasiswa magang yang tak kunjung mendapat tempat magang. Berbuah pertemanan dan kepercayaan antara Ferdinand dan Endik, akhirnya Fajar pun diantar oleh Ferdinand ke rumah Endik di kawasan Jakarta Timur.
Fajar memang nekat. Jadwal magangnya seharusnya tahun depan. Tapi, Fajar sudah merancang kesuksesannya, mencuri kesempatan mengisi waktu libur kuliahnya, untuk magang. Fajar mencuri langkah untuk bisa lulus lebih cepat dari teman-temannya. Memanfaatkan waktu libur semester, menjadi strateginya untuk segera menyusun skripsinya, tanpa terbebani masa magang yang bersamaan dengan masa skripsi.
“Bertemu dengan Mas Endik Koeswoyo adalah anugerah bagi saya,” ujar Fajar sambil tertawa. Dia menyebut bahwa Endik Koeswoyo dan Dita Faisal sangat tulus membantunya. Karena di tengah-tengah kebingungannya yang luntang-lantung di Jakarta, Endik dan isterinya, Dita menyambutnya dengan baik dan bersedia membantunya memecahkan kebuntuannya. Masih teringat dalam ingatan Fajar, saat ia dan Ferdinand dijamu bubur kacang ijo oleh Dita Faisal. Di tengah panasnya terik siang Jakarta, Dita Faisal membantu Fajar untuk mencarikan kos yang paling dekat dengan kediaman mereka. Meski belum dapat kos di posisi terdekat, akhirnya Fajar pun mendapatkan rumah kos lewat aplikasi di ponsel pintarnya. Diantar oleh Ferdinand, Fajar sampai juga ke rumah kos yang ditujunya.
Saat masuk magang dihari pertama, kalimat yang pertama kali ditanyakan oleh Endik Koeswoyo kala itu adalah alasan kenapa ingin jadi penulis. Fajar hanya menjawab bahwa menulis adalah target terakhir Fajar untuk kehidupan masa depannya. Menjadi penulis adalah pilihan terakhir. Karena mau tidak mau Fajar harus berkecimpung dengan dunia penulisan skenario untuk menyelesaikan tugas-tugasnya di kampus.
Belajar menulis skenario bersama Endik Koeswoyo |
Saat magang bersama Endik Koeswoyo, Fajar banyak sekali mendengar pengalaman-pengalaman seru Endik Koeswoyo yang sudah melanglang buana dalam dunia kepenulisan. Salah satu ucapan Endik Koeswoyo yang sangat diingat oleh Fajar adalah “Menjadi penulis itu harus punya target.”
Bagi Fajar pribadi, target utamanya adalah membuktikan bahwa dia bisa menjadi seorang penulis. Sebuah target akan tercapai jika memiliki tujuan yang jelas karena akan berpengaruh pada niat awal dalam pelaksanaannya. Dengan usaha yang kuat, tekad yang kuat disertai keberanian dan juga kesabaran, Fajar yakin ia bisa sukses. Meski demikian, ia harus siap menghadapi berbagai penolakan di industri pertelevisian yang menurutnya tidak mudah untuk ditembus.
Empat kunci dasar yang harus dimiliki seorang penulis skenario adalah salah satu wejangan yang diingatnya dari seorang Endik Koeswoyo. Pertama adalah memiliki tujuan, niat, kesabaran dan juga karya. Kedua adalah belajar, membaca, menulis, menonton, dan belajar lagi. Ketiga adalah memperhatikan adanya jalinan relasi dalam dapur produksi, yaitu produser, sutradara, dan penulis skenario atau dikenal dengan triangle sistem. Ketiga unsur ini saling berkaitan dan saling membutuhkan satu sama lainnya. Penulis skenario adalah tonggak yang paling mempengaruhi dalam produksi sebuah film, karena tanpa adanya tulisan dari seorang penulis skenario, maka produser dan sutradara pun tak bisa memproduksi sebuah film. Dan terakhir, yang keempat adalah selalu konsisten dan percaya diri. Keempat hal tersebut sangat ditekankan oleh Endik Koeswoyo sepanjang Fajar magang. Bahwa sebagai penulis harus konsisten dan percaya diri. Konsisten dalam hal manajemen waktu dan percaya dengan kemampuan bahwa memang kita bisa menulis, serta mau bertanggung jawab dengan apa yang telah kita tulis.
Materi pertama kali yang diajarkan oleh Endik Koeswoyo dalam menulis skenario adalah menulis ide cerita. Secara bertahap Fajar mengikuti alur menulis skenario mulai dari ide, premis, logline, hingga berkembang menjadi sebuah sinopsis. Sinopsis inilah yang menjadi ujung tombak jalannya cerita dari awal sampai akhir. Syarat sinopsis yang baik untuk sebuah FTV harus memiliki alur cerita variatif, unik dan selalu dipenuhi dengan twist. Di dalam sebuah FTV ada tiga babak dan delapan sequence. Dalam babak awal harus penuh dengan konflik dan endingnya haruslah happy ending. Sementara untuk karakter tokoh bisa dibagi-bagi menjadi super hero, perfect, tokoh baik, standar dan antagonis. Karakter yang bagus harus saling berlawanan dan saling melengkapi.
Setelah bisa menulis sinopsis yang baik dan benar, kita harus pandai-pandai menciptakan konflik dalam cerita. Sebelum menciptakan sebuah konflik, kita juga harus bisa menciptakan karakter yang unik pula. Jadi, dari karakter itulah konflik akan tercipta. Hal lainnya yang diajarkan adalah memecah sinopsis menjadi poin-poin dari lokasi dan juga konflik yang terjadi. Fajar merincikan, "Jadi kalau sinopsis itu kan sudah jalan cerita dari awal sampai akhir, biasanya kalau nulis bagian ceritanya itu per adegan yang terjadi. Jadi dari setiap paragraf yang dibuat itu ada lokasi sama konfliknya sendiri. Terus dipecah yang di sebut poin-poin." Fajar menambahkan bahwa dari poin tersebut, kemudian dikembangkan menjadi sceneplot. Dalam sceneplot bisa ditambahkan adegan-adegan konflik jika memang ada yang masih kurang. Setelah sceneplot selesai, barulah bisa ketahapan akhir, yaitu menulis skenario. Dalam skenario tinggal menambahkan dialog-dialog saja dari setiap karakter. Setelah skenario lengkap dengan casting, pemain, karakter, dan aksi-aksinya, maka skenario siap memasuki tahapan produksi menjadi sebuah film.
Bagi Fajar pribadi, target utamanya adalah membuktikan bahwa dia bisa menjadi seorang penulis. Sebuah target akan tercapai jika memiliki tujuan yang jelas karena akan berpengaruh pada niat awal dalam pelaksanaannya. Dengan usaha yang kuat, tekad yang kuat disertai keberanian dan juga kesabaran, Fajar yakin ia bisa sukses. Meski demikian, ia harus siap menghadapi berbagai penolakan di industri pertelevisian yang menurutnya tidak mudah untuk ditembus.
Empat kunci dasar yang harus dimiliki seorang penulis skenario adalah salah satu wejangan yang diingatnya dari seorang Endik Koeswoyo. Pertama adalah memiliki tujuan, niat, kesabaran dan juga karya. Kedua adalah belajar, membaca, menulis, menonton, dan belajar lagi. Ketiga adalah memperhatikan adanya jalinan relasi dalam dapur produksi, yaitu produser, sutradara, dan penulis skenario atau dikenal dengan triangle sistem. Ketiga unsur ini saling berkaitan dan saling membutuhkan satu sama lainnya. Penulis skenario adalah tonggak yang paling mempengaruhi dalam produksi sebuah film, karena tanpa adanya tulisan dari seorang penulis skenario, maka produser dan sutradara pun tak bisa memproduksi sebuah film. Dan terakhir, yang keempat adalah selalu konsisten dan percaya diri. Keempat hal tersebut sangat ditekankan oleh Endik Koeswoyo sepanjang Fajar magang. Bahwa sebagai penulis harus konsisten dan percaya diri. Konsisten dalam hal manajemen waktu dan percaya dengan kemampuan bahwa memang kita bisa menulis, serta mau bertanggung jawab dengan apa yang telah kita tulis.
Materi pertama kali yang diajarkan oleh Endik Koeswoyo dalam menulis skenario adalah menulis ide cerita. Secara bertahap Fajar mengikuti alur menulis skenario mulai dari ide, premis, logline, hingga berkembang menjadi sebuah sinopsis. Sinopsis inilah yang menjadi ujung tombak jalannya cerita dari awal sampai akhir. Syarat sinopsis yang baik untuk sebuah FTV harus memiliki alur cerita variatif, unik dan selalu dipenuhi dengan twist. Di dalam sebuah FTV ada tiga babak dan delapan sequence. Dalam babak awal harus penuh dengan konflik dan endingnya haruslah happy ending. Sementara untuk karakter tokoh bisa dibagi-bagi menjadi super hero, perfect, tokoh baik, standar dan antagonis. Karakter yang bagus harus saling berlawanan dan saling melengkapi.
Setelah bisa menulis sinopsis yang baik dan benar, kita harus pandai-pandai menciptakan konflik dalam cerita. Sebelum menciptakan sebuah konflik, kita juga harus bisa menciptakan karakter yang unik pula. Jadi, dari karakter itulah konflik akan tercipta. Hal lainnya yang diajarkan adalah memecah sinopsis menjadi poin-poin dari lokasi dan juga konflik yang terjadi. Fajar merincikan, "Jadi kalau sinopsis itu kan sudah jalan cerita dari awal sampai akhir, biasanya kalau nulis bagian ceritanya itu per adegan yang terjadi. Jadi dari setiap paragraf yang dibuat itu ada lokasi sama konfliknya sendiri. Terus dipecah yang di sebut poin-poin." Fajar menambahkan bahwa dari poin tersebut, kemudian dikembangkan menjadi sceneplot. Dalam sceneplot bisa ditambahkan adegan-adegan konflik jika memang ada yang masih kurang. Setelah sceneplot selesai, barulah bisa ketahapan akhir, yaitu menulis skenario. Dalam skenario tinggal menambahkan dialog-dialog saja dari setiap karakter. Setelah skenario lengkap dengan casting, pemain, karakter, dan aksi-aksinya, maka skenario siap memasuki tahapan produksi menjadi sebuah film.
Kesan Fajar Indayani Selama Magang
Saat berkunjung ke lokasi shooting Serial Ramadhan 2018 Di Sebelah Ada Surga berfoto bersama sutradara, Rievy dan artis Gisel Anastasia |
“Magang bersama Mas Endik itu adalah magang yang paling asyik, karena gak hanya teori yang diajarkan tapi selalu praktek, praktek dan praktek,” kata Fajar bersemangat. Salah satu kunci adalah membaca dan terus menulis.
Bisa melihat proses shooting produksi FTV dan juga bertemu artis-artisnya adalah hal yang tak pernah dibayangkan sebelumnya. Kesempatan emas yang datang itu tak henti-hentinya membuat Fajar bersyukur. Rasa syukur Fajar semakin bertambah saat diajak Endik berkumpul dengan para penulis keren yang tergabung dalam Persatuan Penulis Film Layar Lebar (PILAR). Berada di antara para penulis besar Indonesia adalah pengalaman yang mengesankan bagi Fajar. Perempuan cantik yang juga hobi menonton itu menceritakan pengalamannya ketika bertemu dengan banyak sekali penulis-penulis senior yang hebat. Anggota PILAR itu berkumpul menjadi satu dalam acara “Wednesday In Laugh” yang diisi oleh komedian Ernest Prakasa. Dalam forum tertutup itu, Ernest berbagi ilmu menulis skenario bergenre komedi. Bagi Fajar, acara tersebut menjadi pengalaman berharga. Di acara tersebut Fajar bisa bertemu penulis skenario favoritnya selain Endik Koeswoyo, yaitu Mira Lesmana dan Ernest Prakasa. Fajar pun merasa bangga bisa bergabung dan berterima kasih pada Endik Koeswoyo karena telah mengajaknya dalam acara yang sangat bergengsi seperti itu.
Bisa melihat proses shooting produksi FTV dan juga bertemu artis-artisnya adalah hal yang tak pernah dibayangkan sebelumnya. Kesempatan emas yang datang itu tak henti-hentinya membuat Fajar bersyukur. Rasa syukur Fajar semakin bertambah saat diajak Endik berkumpul dengan para penulis keren yang tergabung dalam Persatuan Penulis Film Layar Lebar (PILAR). Berada di antara para penulis besar Indonesia adalah pengalaman yang mengesankan bagi Fajar. Perempuan cantik yang juga hobi menonton itu menceritakan pengalamannya ketika bertemu dengan banyak sekali penulis-penulis senior yang hebat. Anggota PILAR itu berkumpul menjadi satu dalam acara “Wednesday In Laugh” yang diisi oleh komedian Ernest Prakasa. Dalam forum tertutup itu, Ernest berbagi ilmu menulis skenario bergenre komedi. Bagi Fajar, acara tersebut menjadi pengalaman berharga. Di acara tersebut Fajar bisa bertemu penulis skenario favoritnya selain Endik Koeswoyo, yaitu Mira Lesmana dan Ernest Prakasa. Fajar pun merasa bangga bisa bergabung dan berterima kasih pada Endik Koeswoyo karena telah mengajaknya dalam acara yang sangat bergengsi seperti itu.
Fajar dalam kesempatan berfoto bersama Penulis Film Layar Lebar (PILAR) |
Kini target Fajar selanjutnya adalah tetap menulis ide cerita untuk FTV. Namun tak dapat dipungkiri, banyaknya kegiatan di kampus yang tidak bisa ditinggalkan, membuat Fajar masih kesulitan membagi waktu antara keduanya. Secara pribadi penyuka warna merah muda dan cokelat muda ini ingin konsentrasi menyelesaikan pendidikannya di ISI Padang. Fajar memiliki target untuk wisuda secepatnya dan juga bisa menikah diusianya yang masih muda. Menurut Fajar, menikah bisa membuatnya bertambah dewasa dan menjadi orang yang lebih baik, karena sebagai penulis harus memiliki jiwa yang baik. Apapun bisa ditulis hendaknya kita tulis, karena menulis bisa di mana saja dan kapan saja.
Harapan ke depan, dengan menulis bisa membuka jalan rezeki dan juga masa depan Fajar. Melalui tulisan dan film tentunya Fajar bisa berbagi ilmu dengan cara yang mengasyikkan. Fajar juga berharap bisa menjadi penulis yang baik, yang mampu bertanggung jawab dengan apa yang telah ia tulis dan juga menjadi Tuhan yang pintar dalam setiap cerita yang ditulisnya. Bagi Fajar, sebuah kesalahan adalah sesuatu yang membawa kebenaran yang sempurna. Jadi kalau gagal harus bangkit terus, koreksi kesalahan dan membuat karya yang lebih baik lagi.
Sepulang dari Magang Fajar Dapat Uang dan Balik Modal
"Jar, kalau saya jadi kamu, saya akan tulis sinopsis sebanyak mungkin, minimal saya balik modal atau malah untung. Minimal uang tiket pp dan uang kosmu bisa balik." Itulah salah satu kalimat yang terucap dari Endik Koeswoyo selama Fajar magang di Jakarta. Kalimat ini adalah kalimat memotivasi agar Fajar menjadi lebih semangat dan produktif, memanfaatkan waktu dan kesempatan yang orang lain tidak mudah dapatkan.
Meski kalimat tersebut menghujam Fajar, namun pada akhirnya Fajar jadi lebih terpacu untuk menulis dengan target. Pernah Fajar dimarahi oleh Endik karena tugas menulis sinopsis tak selelsai tepat waktu. Bebagai alasan pun muncul dari Fajar. Fajar mengungkapkan banyak alasan yang mengakibatkan belum selesainya menulis sinopsis, tapi alasan itu tak langsung diterima Endik mentah-mentah. Bukan rasa Iba, kalimat berikutnya kembali muncul dari bibir Endik. Kalimat-kalimat yang muncul dari seorang Endik Koeswoyo kian menempa Fajar untuk menjadi penulis profesional penuh kualitas. Fajar diam seribu bahasa. Mulutnya terbungkam. Target satu hari satu sinopsis belum bisa Fajar penuhi, namun selama dua minggu magang di rumah Endik, Empat sinopsis roman komedi berhasil Fajar tulis. Dan dari keempat sinopsis itu, dua diantaranya diterima SCTV, dan siap tayang dilayar kaca, pada Rabu, 11 April 2018 dan Sabtu, 14 April 2018. Dengan diterimanya dua ide cerita Fajar, maka Fajar pun kembali ke Padang membawa uang. Uang itu adalah honor atas usaha Fajar menulis. Dengan demikian, tiket pulang pergi Jakarta-Padang dan biaya kos selama sebulan di Jakarta kembali ke rekening Fajar. Akhirnya, magang di Jakarta membuat Fajar Indayani balik modal. Sepulang ke Padang, Fajar pun membawa uang.
Kita tunggu ide cerita FTV Fajar tayang di SCTV dengan judul "Gendang Cinta Makan Tuan" dan "Ondel-Ondel Enteng Jodoh". Selamat menyaksikan ya sahabat!
Profil: Nama: Fajar Indayani Tempat/tgl Lahir: Rimbo Bujang, Jambi, 31 Agustus 1996 Jenis Kelamin: Perempuan E-mail: fajar.indayaniyani@gmail.com Pendidikan: - TK Pertiwi Rimbo Bujang (2002-2003) - MIS Nurul Haq Rimbo Bujang (2003-2009) - SMPN 3 Tebo (2009-2012) - SMAN 2 Tebo (2012-2015) - Mahasiswa Fakultas Seni Rupa dan Desain, jurusan Televisi dan Film ISI Padang Panjang (2015) Prestasi: - Management Equipment dalam film drama musikal “Minanga Kanwa” (2015) - Penulis Naskah dalam film “Segitiga Paku” (2016) - Penulis Naskah dalam film “Before” (2016) - Sutradara, Kameramen, Penulis Naskah, Editor dalam film pendek “Nervous” (2016) - Penulis Naskah dalam multicam program Game Show “Brain War” (2017) - Penulis dalam Skenario film pendek “Abilasa” (2017) - Penulis terpilih dalam lomba menulis fiksi Cerpen dengan judul “Malangnya Jamilah” yang diadakan oleh Ellunar Publisher (2017) - Penulis ide cerita FTV Reguler SCTV "Gendang Cinta Makan Tuan" dan "Ondel-Ondel Enteng Jodoh", produksi Starvision
Media Sosial:
IG: @fajjarindayanii
Posting Komentar untuk "Fajar Indayani, Sebulan Magang Ide Ceritanya Tembus TV Nasional"