Que : Pelajaran di Bilik Penjara
By: Helly
“Que, jangan pernah kau ulangi segala
perbuatanmu itu!” Fris menasehatiku dengan
suara lantang dan tegas.
"Kamu tau semua tidak dapat dibenarkan, bahkan oleh semut kecil pun.” Nafasku menderu menahan sesal yang teramat
kuat. “Aku melakukan ini semua sebatas
untuk bisa bertahan hidup, Fris.”
“Tapi
kan bukan begitu caranya. Masih banyak hal lain yang bisa kamu lakukan, aku
sangat yakin kamu bisa, Que.” Fris mengataiku lagi, kemudian ia pergi.
Ingatan akan pembicaraan dengan Fris,
sahabat sejatiku, tadi siang sangat menggangguku.
Pagi,
siang, malam, selalu kulewati di kamar berukuran kecil. Angin malam setia
menemanikesendirianku.
“Que,”
panggil seorang berbadan tegap dan berkepala plontos di siang yang sudahmulai
terasa. Aku beranjak bangun dari tempat tidurku yang ekstra kecil,“Ada tamu,” katanya
lag sembari kedua tangannya membuka
gembok kamarku.
“Lyd,”
kataku saat kutemui gadis bernama Lyd telah duduk di hadapanku, di ambang
jeruji besi berbentuk bulat. “Que,” desahnya pelang sembari jemarinya
menggenggam erat jemariku, dan setetes
demi setetes air mata kesedihan bercampur kerinduan menggelinding pelang di
atas pipinya yang bulat. “Aku rindu kamu, Que,” ucapnya lagi di sela isakan tangisnya. Aku
diam dan menunduk. Aku turut merasakan kerinduan dan kesedihan yang mendalam. Tidak
seharusnya aku beradaditempat ini.
“Kenapa
kamu lakukan ini semua, Que? Kenapa?”
Mata berlinang Lyd menatapku tajam, mata yang penuh ketidakpercayaan
atas apa yang sudah kulakukan.
“Lyd,”
ucapku pelan mengayun. Saat kukedipkan mata sesaat, Ia telah menghilang.
“Lyd, Lyd.......” panggilku semakin
lama semakin keras. Tak lama, seorang petugas menarikku dan mengamarkanku
lagi.
***
Empat tahun
kemudian...
Aku telah menyelesaikan
masa hukumanku, pemandangan indah kembali terlihat di kedua bola mataku yang sayu. Entah kemana harus
kulangkahkan kedua kakiku ini, semua orang yang kucintai dan kusayangi pergi
meninggalkanku. Mereka sangat tidak menerima statusku sebagai seorang penipu
dan seorang mantan narapidana.
Untuk sekedar
mencari kerja, aku pun mengalami kesulitan. Setiap tempat yang kukunjungi
selalu sama, yaitu tidak menerima mantan seorang narapidana. “Apakah ini
konsekuensi yang harus kuterima setelah keluar dari tempat yang disebut sebagai
tempat memeperbaiki diri itu?” tanyaku dalam hati.
Dan untuk
menyambung hidup, aku menekuni pekerjaan sebagai seorang buruh bangunan.
Di sini, aku
mengenal seorang kepala proyek, bernama Ibu Lidia. Hampir setiap soremalam hingga dihabiskan olehnya di tepi taman yang harum
semerbak tak jauh dari tempatku bekerja.
“Ibu kenapa setiap
sore hingga malam selalu menghabiskan waktu di tempat ini?” tanyaku saat
kuberanikan diri menemuinya di bawah indahnya sinar rembulan.
“Coba
kamu lihat bintang itu, ia begitu setia menerangi bumi,” katanya padaku sambil
mengarahkan pandangannya ke angkasa, “
Ia tak akan pernah meninggalkan malam,
ia begitu setia menunggu sampai
fajar tiba, walau fajar tanpa perasaan
rela meninggalkannya dan menggantikannya dengan
cahaya matahari.”
“Maksudnya,
Bu?” tanyaku tak mengerti.
“Ah,
lupakan saja,” jawabnya. “Dulu aku pernah mencintai seseorang seperti
bintang itu, tapi ia menyakitiku.”
“Lho?”
gumamku bingung.
“Ia
penipu, ia telah menipu orang yang aku sayangi, yaitu ayahku,”
“Terus?”
tanyaku lagi penasaran.
“Ia
kemudian dibui, dan aku menjadi sang fajar.”
“Aku
nggak paham.”
“Aku
meninggalkannya, Que.”
“Seandainya
orang itu kembali mencarimu, apa yang akan kamu lakukan?”
Ia
terdiam mendengar tanyaku, “Aku belum tau,” balasnya.
“Seandainya
lagi, orang yang kamu sayangi itu telah berubah, kamu akan berkata apa jika ia
datang dan menemuimu?”
Ia
kembali terdiam, keningnya sedikit berkerut.
“Itu,
aku juga belum tau akan berkata apa. Oh ya, bagaimana denganmu?”
Aku
terperanjak, berat rasanya untuk bercerita padanya.
“Aku
ditinggalkan kekasihku saat masih di penjara,” jawabku pelan.
“Kasihan
sekali kamu, Que.”
“Ah,
biasa aja, Bu.”
“Terus?”
“Terus,
aku menjadi buruh seperti saat ini.”
“Maaf,
bukan bermaksud menyibak luka di hatimu,”
ucap Bu Lidia lagi menyadari raut mukaku yang berubah drastis.
“Ini,”
aku mengambil sebatang tangkai bunga yang sudah mengering dari dompetku. “Hanya
ini yang masih tersisa. Dulu, lima tahun yang lalu, bunga ini kasih berwarna
merah, sekarang hanya berbentuk tangkainya aja yang masih tersisa. Semua orang
yang kucintai pergi meninggalkanku, begitu juga teman-temaknku, mungkin karena
statusku sebagai seorang penjahat.”
“Jangan
berkecil hati, Que. Semua pasti akan berubah menjadi baik asalkan kamu bisa
mengambil pelajaran dari semua yang telah terjadi.”
“Que,
boleh aku tau siapa nama kekasihmu yang begitu rela meninggalkanmu di saat kamu
benar- benar membutuhkan
dukungannya?”
Aku
terkejut bukan kepalang. Hatiku kembali berdetak kencang tak karuan.
“Lyd
Semiola Febry”
Wajah
Bu Lidia berubah seketika, matanya tajam menatapku.
“Kamu
nggak salah nama?” tanya Bu Lidia seakan mengetahui sesuatu.
“Aku
sangat yakin, Bu.” Aku menjawab dengan
lantang, “ini tangkai bunga yang dibawanya saat terakhir kali ia mengunjungiku di
penjara,” lanjutku sambil mengangkat
tangkai bunga mawar yang mengering.
Sejurus
kemudian, Ibu Lidia memeluk tubuh kurusku, “Que, ini aku Lyd,” ucapnya di balik
telingaku.
Aku
sejenak terdiam shock mendengar pengakuan dari Bu Lidia yang mengaku sebagai
Lyd.
“Lyd?”
tanyaku sambil melepas pelukannya.
“Iya,
aku Lyd, Lyd Semiola Febry,” katanya lantang sambil meneteskan air mata haru.
“Tapi,
Lyd,” ucapku terbata-bata.
“Tapi
kenapa?”
“Aku
adalah seorang mantan narapidana. Dan aku adalah fajar.”
“Fajar
yang akan selalu datang di saat sinarku akan redup,” lanjut Lyd tersenyum, kemudian memelukku kembali.
***@@@***
PROFIL PENULIS
My complete name is Helly. Tamatan Universitas Tanjungpura tahun
2009, Jurusan Pendidikan bahasa Inggris. Belajar menulis sejak 2010,
empat yang lalu. Saat ini aku mengabdikan diri sebagai guru homorer di
kampung kelahiranku, di SMPN 06 Ngabang Kab. Landak, Kalimantan Barat.
Aku
adalah penikmat musik bergenre gothic metal. Moses Bandwidth, band asal
Indramayu ini, telah menjadi inspirasiku sejak tahun 2008.
*** *** ***
Setiap karya yang kami publikasikan hak cipta dan isi tulisan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis
Untuk Anggota Jaringan Penulis Indonesia yang mau mengirimkan karya harap mencatumkan subyek KARYA ANGGOTA + Tema Tulisan + Judul Tulisan pada email yang di kirim ke jaringanpenulis@gmail.com
Bagi yang ingin bergabung menjadi Anggota Jaringan Penulis Indonesia silahkan KLIK DISINI GRATIS
Untuk Anggota Jaringan Penulis Indonesia yang mau mengirimkan karya harap mencatumkan subyek KARYA ANGGOTA + Tema Tulisan + Judul Tulisan pada email yang di kirim ke jaringanpenulis@gmail.com
Bagi yang ingin bergabung menjadi Anggota Jaringan Penulis Indonesia silahkan KLIK DISINI GRATIS
1 komentar untuk "CERPEN : "QUE: Pelajaran di Bilik Penjara" By: Helly"