OPINI
JODOH
Oleh :
Muhammad Fikry Hasyim
Muhammad Fikry Hasyim
Jodoh. Sebelum lebaran kemarin gue dapet
inbox dari teman gue di Surabaya. Dia nanya gini, “Fik, ada yang bilang
jodoh itu kita yang mencari lalu Tuhan yang merestui, itu penjelasannya
gimana?” heemmm… kayaknya doi baru dengerin omongannya om Mario ni… hehe…
Sempet mikir sih gue. Konsep jodoh yang sebenarnya itu gimana. Gue juga sempet sharing
sama beberapa teman, ngobrol ringan tentang jodoh, tapi kesimpulan akhir masih
belum juga mengurucut kepada sebuah titik ujung dari arti jodoh sesungguhnya.
Kita sering melihat zaman sekarang,
anak SMP, SMA, bahkan ponakan gue yang masih es de ada yang galau gara-gara
pacaran, dan dia sempat bikin status facebook yang aneh aneh, kayak: ‘duh gak
bisa tidur nii, kalau belom denger suara doi, ‘ atau, ‘cokelat udah, bunga
udah, es krim udah, tapi ngambeknya ko gak ilang-ilang sih beb, aku minta
maaf.’ Haddeeeh… dalem hati gue, ‘untung om lo ini gak ada di Indo, coba ada,
gue jitakin deh atu-atu… haha… ‘
Manusia zaman sekarang sudah mulai
memikirkan kehidupan berumah tangga dari masa yang terlalu dini, sehingga banyak
dari mereka yang mencoba menjalin hubungan sejak es de. Tetapi dari sekian
banyak pasangan kekasih yang yang gue temukan terikat dengan kata ‘pacaran’
baru sedikit yang gue perhatikan bisa sampai bersatu di pelaminan. Dan ketika
pasangan pacaran memutuskan untuk berpisah, kalimat yang paling sering
terungkap dan menjadi jurus pamungkas adalah, ‘mungkin kita belum berjodoh,
kalau memang kamu jodohku, pasti kita dipertemukan kembali.’ Padahal, mereka
telah lama berpacaran dan telah lama pula berusaha menyatukan hati dan visi.
Di sisi lain, gue juga banyak menemukan
pasangan suami istri yang menikah tanpa proses berpacaran. Bahkan ada yang
awalnya tidak suka, tapi setelah terikat janji suci pernikahan, mereka bisa
menyatukan hati dan otak demi membangun sebuah keluarga sakinah. Hidup bahagia,
dan dikaruniai anak-anak yang sholeh dan sholehah. See?
Potret lain dari seketsa kehidupan
adalah pasangan bercerai. Kalau kita sekali-sekali jalan-jalan ke pengadilan
agama, setiap harinya pasti ada saja sidang perceraian. Bahkan sekarang sudah
ada suatu badan usaha yang menangani masalah perceraian, bisa dibilang mereka
adalah konseptor bagi pasangan suami istri yang ingin bercerai. Gue lupa
namanya apa… haha… Yang jelas tujuannya membantu mengatur hak dan kewajiban
suami istri setelah bercerai, baik itu hak asuh anak, atau pemisahan keuangan
keluarga yang kadang sering terbengkalai di tengah panasnya suasana perceraian.
Seperti kebanyakan anak yang rusak masa depannya, hal tersebut berawal dari
sebuah perceraian yang tidak termanage dengan benar.
Ada pasangan suami istri yang bercerai
setelah delapan tahun menikah, ada yang setelah lima belas tahun menikah, ada
yang setelah tiga puluh tahun menikah, bahkan yang setelah akad langsung
bercerai, lalu suaminya langsung menikah lagi juga ada. Dan itu salah salah
satu teman gue sendiri... Wow!
Mungkin kita bisa bilang untuk pasangan
yang langgeng dari pacaran sampai ke pelaminan atau tanpa proses pacaran lalu
menikah dan hidup bahagia, ‘kalian jodoh yang serasi, atau kalian memang
jodoh.’ Tapi masalahnya, bagaimana dengan pasangan bercerai? Apa mereka aslinya
tidak berjodoh sehingga bercerai, atau jodoh mereka hanya sampai waktu tertentu
dan ketika bercerai mereka menemukan jodoh mereka yang sesungguhnya?
Setelah gue pikir-pikir, konsep jodoh
yang sesungguhnya berbanding lurus dengan rezeki. Bukankah kita sering
mendengar ungkapan ini: ‘rezeki, jodoh, dan usia semua ada ditangan-Nya.
Seperti halnya rezeki, jodoh harus kita
cari dan kita ikhtiar-kan. Tapi segala ikhtiar tetap Allah yang
menentukan. Rezeki harus dicari dengan cara yang halal dan diridhoi oleh Allah,
begitu juga dengan jodoh, cara mencarinya juga harus dengan tetap berpegang
kepada syariat yang sudah Ia gariskan untuk hamba-Nya. Jadi mungkin ini jawaban
dari kenapa banyak pasangan yang tidak langgeng dalam pernikahannya, bisa jadi
karena proses awal pencariannya tidak Allah ridhoi, sehingga hubungan
kedepannya tidak mendapat ridho-Nya juga.
Proses mencari jodoh yang islami adalah
dengan ta’aruf (perkenalan), lalu setelah itu kedua belah pihak saling
beristikhoroh. Jika dari pihak laki-laki sudah ada kemantapan untuk melangkah
ke hubungan yang lebih serius, maka dia bisa memintanya kepada pihak perempuan,
yaitu walinya. Baru setelah itu, pihak permpuan memberi jawaban hasil
istikhoroh atas permintaan pihak laki-laki. Kemudian jika pihak perempuan
menerima, maka proses bisa berlanjut, tetapi jika tidak, ya semua berakhir
sampai di situ. Adapun kalau pihak laki-laki yang tidak ingin melanjutkan, maka
proses berhenti sampai pada tahap ta’aruf saja. Dengan begitu, tidak akan ada
hati yang tersakiti, tidak ada kehormatan keluarga yang ternodai, juga tidak
akan ada generasi galau yang masa depannya gak jelas hanya karena hubungan
percintaan yang gak pasti.
Ada yang bilang, ‘lho, kalau ta’arufnya
hanya seperti itu, mana bisa cinta? Kita kan harus tau sifat-sifat calon
pasangan kita lebih dalam demi terwujudnya hubungan yang harmonis dalam
keluarga.’ Ya memang, sifat, karakter, dan kebiasaan kita harus mengetahuinya,
tapi untuk mengetahui hal tersebut tidak harus berinteraksi langsung dengan
calon pasangan kita. Semua bisa ditanyakan melalui perantara. Seperti ibu kita
menanyakan kepada ibu calon mempelai. Jika sudah mengetahuinya, maka istikhoroh
yang memperkuat kemantanpan hati. Semua sudah diatur rapi dalam Islam.
Gue punya teman yang cewenya sekarang
udah mau nikah. Kata teman gue, cewenya ini cintanya sama dia, sayangnya sama
dia, dan hatinya masih terus condong ke teman gue ini. Cewenya menerima
datangnya orang lain untuk ta’aruf lantaran teman gue ini belum bisa
menikahinya dalam waktu dekat dan cewenya terdesak permintaan keluarga yang
menginginkan ia menikah cepat. Dalem hati: ‘ini yang mau nikah keluarganya apa
dia? whateverlah, gak ngurus… haha. Nah, teman gue ini galau, karena
seakan cewenya ini masih memberi harapan ke dia lantaran tadi, cewenya bilang
hatinya masih condong ke teman gue. Akhirnya gue saranin teman gue untuk
meminta ketegasan dari hasil istikhoroh cewenya. Karena sangat tidak mungkin,
hasil istikhoroh yaitu kemantapan hati bertentangan dengan pilihan. Kalau
memilih A, otomatis pilihan tersebut adalah representasi dari suara hati.
Setelah teman gue bertanya kepada
cewenya, ternyata cewenya masih dilemma antara memilih teman gue atau orang
yang akan berta’aruf ke dia. Tapi setelah beberapa saat cewenya pun memberi
jawaban, dan ternyata cewenya gak memilih teman gue. Tandanya hasil istikhoroh
cewenya itu bukan teman gue jawabannya. Kalaupun cewenya bilang hatinya buat
teman gue, itu adalah representasi dari sifat egois cewe tersebut yang gak mau
kehilangan teman gue, karena selama ini dia merasa bahwa teman gue ini yang
bisa membuat dia nyaman.
Maka detik itu juga gue bilang ke teman
gue kalau dia harus memutus hubungan dengan cewenya, karena cewenya sudah milih
yang lain dan otomatis jalan mereka sudah berbeda. Bukan berarti memutus
silaturrahim, melainkan sejak pilihan membedakan jalan, semua pihak harus fokus
dengan jalannya masing. Kalau cewenya masih bimbang juga, gue saranin teman gue
untuk membuat suatu masalah yang membuat cewenya bisa pergi dengan sendirinya.
Mungkin semuanya akan merasa sakit. Tapi itu konsekuensi dari sebuah pilihan.
Karena gak mungkin teman gue masih terus jalan sama cewenya sedangkan dia sudah
memilih yang lain. Harus disadari oleh kedua belah pihak mereka belum berjodoh.
Sedangkan cinta, ia adalah karunia
terindah yang dianugerahkan Allah bagi pasangan yang bersatu karena-Nya. Rasa
itu akan timbul dengan sendirinya tanpa harus berusaha mencinta. Ia ada untuk
menguatkan ikatan setiap hubungan. Pastinya kita pernah mendengar dari berita,
banyak ditemukan single parent yang mampu menghidupi sekian banyak
anaknya. Kalau bukan karena kekuatan cinta, hal tersebut pastinya akan sangat
sulit.
Lalu apakah yang dirasakan teman gue dan
cewenya itu adalah cinta? Kalau menurut gue sih bukan, itu hanya rasa terlalu
sayang yang timbul dari frekuensi interaksi yang terlalu sering. Karena menurut gue cinta hanya akan datang
pada waktu dan tempat yang tepat. Dia tidak akan salah alamat, karena dia tidak
buta tapi punya mata.
Balik lagi ke jodoh, jadi kesimpulannya
jodoh adalah karunia yang Allah berikan kepada kita. Terkadang kita harus
berusaha mencarinya sendiri, terkdakang pula jodoh itu datang dari sisi yang
tidak kita sangka-sangka. Seperti halnya rezeki yang berupa harta benda, ada
kalanya jodoh tetap menjadi milik kita, ada kalanya juga kita harus kehilangan
karena Allah mencabutnya kembali.
Maka pasangan yang bercerai, bukan
berarti mereka tidak berjodoh sejak awal, melainkan ditengah jalan Allah
turunkan cobaan rumah tangga demi menguji kesabaran mereka, jika mereka mampu
melewatinya bersama, bertahan dan kembali meluruskan niat pernikahan mereka,
maka hal itulah yang Allah kehendaki sebagai sunnah-Nya. Tetapi jika tidak,
Allah menawarkan alternatif lain yaitu bercerai, baru nanti jika mereka sudah
pada jalannya masing-masing akan Allah mempertemukan mereka dengan jodoh yang
baru tergantung kepada ikthtiar mereka masing-masing.
Sebagaimana rezeki itu gak akan kemana,
begitu juga dengan jodoh. Tidak ada istilahnya rezeki atau jodoh kita diambil
orang lain. Jadi sebagai manusia yang yakin kepada Tuhannya kita harus bisa
lebih ikhlas untuk menerima apa yang ternyata tidak digariskan menjadi milik
kita. Terkadang itu sulit, tapi kita harus percaya, Allah sudah mempersiapkan
yang terbaik selama kita terus berprasangka baik kepada-Nya.
TENTANG PENULIS
Nama lengkap Muhammad
Fikry Hasyim, kelahiran Jakarta, 1989. Sekarang sedang melanjutkan studi di
Al-Ahgaff University, Hadhromaut, Yaman. Suka mengisi kekosongan dengan menulis
di blog. Pernah menang juara 3 lomba Cerpen yang diadakan Flp yaman dengan
judul cerpen Secangkir Kopi Kemerdekaan.
CATATAN: Setiap karya yang kami publikasikan hak cipta dan isi tulisan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis
Posting Komentar untuk " OPINI : "JODOH" Oleh : Muhammad Fikry Hasyim"