TELEPORTASI HUJAN
(Prosa)
Oleh: Agyasaziya Raziev
Malam hari
biasanya adalah waktu terbaik bagi pertemuan paling romantis dan picisan antara
lisanku dan hujan. Biasanya obrolan kami terlontar begitu lugas dan mengalir
apa adanya. Butuh beberapa lama bagiku menunggu hujan menghampiri. Dia bilang
baru saja rebah di bibir lantai sebuah kuil, lalu diminta mendatangi pesisir
Sisilia, juga dibujuk mengunjungi Sagamihara yang menjadikannya lebih dingin
dan basah. Kupikir itu lumrah, makanya aku tidak mendengus sebagai tanda bahwa
kumaklumi alasan keterlambatannya.
Aku mencoba
untuk tidak mengeluh saat hujan harus berteleportasi untuk mendengarkan kisah
setiap nyawa. Setidaknya dia mampir ke tempatku dan legalitas menyentuh
rinainya tak memerlukan izin siapapun. Hujan tidak pernah egois atau kehabisan
energi saat aku memintanya turun dari langit. Bisa dipastikan celotehanku akan
sedikit membosankan apabila kulibatkan cinta di dalam dialog kami berdua meski
hujan bukan manusia. Tapi tetap saja hujan masih bersedia dan menaruh minat
atas naskah kehidupan yang kuceritakan.
Malam ini aku bercerita
banyak kepada hujan. Tepatnya sedikit berceramah, mengingat hujan sedikit
terlambat karena wajib meneduhkan hati manusia-manusia yang lain dengan paparan
kesejukannya yang lumayan epik. Aku membicarakan seorang lelaki kepada rintik
merdu di depan jendela. Iya, lelaki yang belum lama ini memiliki raga, jiwa
juga hatiku. Dia memantrai tiga elemen itu sampai-sampai aku tak punya waktu
untuk mengelak dari senyumannya yang melumpuhkan logika. Hujan mengikik melihatku
yang terpesona kepada lelaki tersebut. Tapi asal tahu saja, itu sama sekali tak
menghentikanku untuk terus mengoceh tentangnya.
Hujan masih
menjentikkan suara-suara khasnya selama aku berbicara. Sengaja tak kukenakan
mantel atau rajutan cashmere agar intisari hujan tidak hilang atau berkurang.
Bukankah bercakap-cakap tentang cinta akan lebih dramatis jika tubuh mendapat
percikan hujan tanpa ada penghalang?
Memang. Tetapi
sesungguhnya, hujan membuatku sentimentil. Sama halnya ketika kubaca karya
Sparks sendirian sembari ditemani senja. Kata hujan, aku sedang kasmaran. Aku
pun tersipu dan mengiyakan pernyataannya.
Setelah beberapa menit,
hujan pun pamit karena harus berteleportasi ke tempat lain. Aku mengangguk,
berterima kasih dan membiarkannya berhenti membasahi tempat berpijakku. Namun
sebelum dia berlalu, kubisikkan pesan agar rinduku disampaikan kepada lelaki
itu. Iya, lelaki yang sudah memilikiku secara utuh. Dan hujan, semoga selalu
setia mendengarkanku bercerita, karena tanpa kehadirannya, roman dua manusia
takkan pernah terlihat sempurna.
TENTANG PENULIS:
Agyasaziya Raziev, mahasiswi jurusan Bahasa Inggris
semester akhir di sebuah perguruan tinggi di Bandung yang baru saja menikah 15
Agustus 2014. Selain sedang menggarap skripsi, juga tengah menyelesaikan naskah
buku ketiga dan keempat.
***
*** ***
Setiap karya yang kami
publikasikan hak cipta dan isi tulisan sepenuhnya menjadi tanggung jawab
penulis
Untuk Anggota Jaringan Penulis Indonesia yang mau mengirimkan karya harap mencatumkan subyek KARYA ANGGOTA + Tema Tulisan + Judul Tulisan pada email yang di kirim ke jaringanpenulis@gmail.com
Bagi yang ingin bergabung menjadi Anggota Jaringan Penulis Indonesia silahkan KLIK DISINI GRATIS
Untuk Anggota Jaringan Penulis Indonesia yang mau mengirimkan karya harap mencatumkan subyek KARYA ANGGOTA + Tema Tulisan + Judul Tulisan pada email yang di kirim ke jaringanpenulis@gmail.com
Bagi yang ingin bergabung menjadi Anggota Jaringan Penulis Indonesia silahkan KLIK DISINI GRATIS
Posting Komentar untuk "PROSA : TELEPORTASI HUJAN Oleh: Agyasaziya Raziev"