“Rima…(Hibuk
yang Malang)”
By: Lani Kurnain
Bahwasannya
aku yang ingin sekali pindah ke tempat yang baru, memang sudah merasa
uring-uringan, gelisah, dan tak nyaman pada diriku sendiri. Aku merasa tak ada
lagi yang menghargaiku. Hanya rasa kesepeleanlah yang kudapat. Mereka memandang
sebelah mata penuh dengan kesenangan, melihat seseorang yang sepertiku. Dan
dengan kegetiran hati, aku memandang orang-orang tersebut.
Pada awalnya,
aku merasa nyaman dengan keberadaan orang sekitar yang ramah, sopan, dan
terkesan memiliki selera yang tinggi dan berpendidikan. Namun, semakin ke depan
dan semakin ke depan, suasana yang kurasakan di tempat ini menjadi berbeda.
Seperti ada aura hitam yang menyelinap. Segelintiran orang-orang yang akrab
denganku perlahan-lahan mulai berubah. Yang biasa sapa-menyapa, sekarang tidak.
Yang biasa makan bersama, sekarang juga tidak. Yang biasa bercanda, membuatku
tersenyum dan tertawa, sekarang bahkan tidak. Malahan, mereka memandangku
dengan sinis dan penuh dengan tanda tanya.
Aku sadar
bahwa diriku bukanlah apa-apa dan bukanlah siapa-siapa bagi mereka. Bukanlah
seseorang yang mereka segani. Aku hanyalah orang kecil yang berada di
tengah-tengah perkumpulan orang besar. Di antara segelintir kehidupan yang
mewah dan bermartabat. Berparas elit nan tinggi akan jabatan. Sementara aku
tidak mengerti dengan hal yang seperti itu. Karena memang belum mencapai
levelnya. Tapi aku tidak terlalu berharap dan mengharapkannya. Karena aku ingin
mencari kebahagiaan di dunia yang fana ini.
Kutinggalkan
barang sesaat orang-orang yang seperti itu. Sekarang, aku memikirkan bagaimana
cara untuk membujuk keluargaku agar kami semua pindah ke tempat yang baru.
Sulit memang, tapi harus bisa.
“Ibu…,”
panggilku dengan perlahan sambil menatap Ibu yang sedang menonton televisi di
ruang tamu.
Ibuku
menoleh. “Iya..apa, nak?” jawabnya sambil menatapku dengan lembut. Kedua
tangannya memegang jemari tanganku.
“Nggg…anu,
Bu.” ucapku lirih. Aku tidak mau membuat kecewa Ibu dengan sikapku yang seperti
ini. Karena itu, aku melihat situasi dan keadaan terlebih dahulu bila ingin
membicarakan hal yang serius pada Ibu. Kali ini, Ibu terlihat tenang dan tidak
melakukan apa-apa. Jadi ya, kusegerakan saja niatku yang ingin pindah ke tempat
baru.
“Ada apa?
Sini duduk dekat Ibu, jangan berdiri seperti itu.”
“Apa
sebaiknya kita pindah ke tempat yang baru, Bu. Aku ingin sekali kita ini
pindah, Bu.” Aku memohon.
“…..” Ibu
hanya diam dan tak berkata sepatah kata pun. Ibuku kembali menghadap ke
televisi.
“Aku udah
nggak betah, Bu, di sini. Kita ini selalu disepelekan oleh orang lain. Terlebih
lagi aku. Aku yang sering diremehkan oleh orang-orang sekitarku.” ujarku sambil
mengguncang pelan kedua tangan Ibu.
“Nggg….” Ibu
bersuara. Kemudian, dia membalasnya dengan pertanyaan yang membuat diriku ragu
akan hal ini. “Ibu tanyakan pada Ayahmu dan Kakak-Kakakmu. Ibu tidak bisa
mengambil keputusan secara sepihak. Ini mesti dirundingkan.” balasnya tegas.
Aku menghela
napas sangat dalam. Berharap keluargaku setuju dengan keputusanku ini. Aku akan
semakin tersiksa bila tetap berada di sini. Mungkin mereka tidak tahu apa yang
aku rasakan. Sakit. Mereka selama ini hanya melihatku baik-baik saja dengan
keadaan sekitar, tapi kenyataannya? Aku tidaklah baik-baik saja.
Akhirnya
setelah beberapa kali membujuk dan kupikirkan hal ini matang-matang, kami semua
resmi akan pindah ke tempat yang baru. Sesuai dengan permintaanku. Entah ada
apa gerangan aku bersikeras ingin pindah. Hatiku yang berkata begitu, sih. Aku
hanya menurutinya.
Setelah
beberapa minggu terlewat, sekarang kami sudah menempati hunian baru. Suasana
baru, hal-hal baru, dan teman yang baru. Walaupun baru beberapa hari, tapi aku
sudah merasa nyaman. Entah ke depannya bagaimana, lihat saja nanti.
Waktu demi
waktu, hari demi hari, bulan demi bulan terus bergulir. Tak terasa aku mulai
merasa betah di tempat yang baru, namun ada satu waktu di mana aku harus
menahan ego agar tidak iri. Ya, aku mendengar kabar yang kurang mengenakkan
hatiku. Meski tak membuat hatiku sakit atau pedih, hanya saja diriku merasa
diabaikan. Tidak diistimewakan dan merasa disepelekan. Ya, aku merasa
dikucilkan di antara teman-temanku yang berada di sekitarku.
Mereka
menganggap, diriku tidak apa-apanya dibanding mereka. Mereka mengira, kalau aku
tidak bisa melakukan hal yang seperti mereka lakukan. Padahal, kalau disuruh
aku mampu. Dan tanpa disuruh pun aku juga mampu. Ini sama saja dengan masa laluku.
Di tempat lama atau baru, aku merasa disepelekan dan diremehkan. Berharap,
mereka bisa merasakan dan mereka mengalami apa yang aku alami sekarang.
Namaku Rima.
Jika diartikan dalam bait puisi, aku adalah bunyi yang ditimbulkan oleh huruf
atau kata-kata dalam larik dan bait. Bagus dan sangat puitis. Ya, tapi
sayangnya namaku tak sebagus dengan artiannya. Walaupun kehidupanku seperti
ini, tapi aku selalu mendapat peruntungan. Itulah keajaiban nyata dalam diriku.
Itulah yang membuatku tetap bersemangat dan bertahan dengan keadaan.
***
Profil Penulis:
Gadis kelahiran tahun 94′
bertempat di Jakarta. Memfavoritkan anime Detective Conan, penyuka hewan panda,
penikmat mentari pagi, kesejukan siang, dan keindahan malam. Di antara
banyaknya bintang, hanya ada satu yang paling berkilau dengan sinarnya. Di antara
sekian banyaknya manusia, salah satunya kamu yang akan bersinar dipandangan
beberapa pasang mata di dunia. Iya, itu kamu.
Sering berkicau di akun Twitter
pribadinya @LKurnain dan intip kumpulan-kumpulan tulisannya diblog
(lanikurnain01.blogspot.com) atau bisa juga di (lanikurnain.wordpress.com).
Ditunggu kunjungannya J
Nothing special about me. Just
an ordinary person who became a writer. The author is still much to learn, it
was me. No matter who you are, we can be friends. Kamu dan aku bisa menjadi teman.
Teman di dunia maya, kemudian teman di dunia nyata, dan bahkan bisa jadi teman
pendamping hidupmu. It was a little bit of my introduction.
***
Setiap karya yang kami publikasikan hak cipta dan isi tulisan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis Untuk Anggota Jaringan Penulis Indonesia yang mau mengirimkan karya harap mencatumkan subyek KARYA ANGGOTA + Tema Tulisan + Judul Tulisan pada email yang di kirim ke jaringanpenulis@gmail.com Bagi yang ingin bergabung menjadi Anggota Jaringan Penulis Indonesia silahkan ISI FORMULIRNYA DISINI
Posting Komentar untuk "Cerpen : "Rima... (Hibuk yang Malang)" by: Lani Kurnain"