Satu
cerpen, hanya satu cerpen. Hanya bisa dipersiapkan dalam satu jam. Di tengah
tenggat waktu yang kian memburu. Dalam
masa yang enggan menunggu. Tapi kemudian cerpen itu yang membuat namamu
bergaung. Meraung-raung dalam sebuah gedung di ibukota. Sebuah gedung kampus
yang bahkan kamu tak tahu di mana letaknya. Kakimu pun belum pernah di jejakkan
pada tanah di sana. Tapi bagaimana bisa namamu bergaung di sana? Di tempat yang
jauh dari keberadaanmu. Ini magic.
Ini pasti magic.
Tapi
Yuka Yoshioka meyakinkan ini bukan magic
dan juga bukan mimpi. Perempuan yang memiliki nama asli Yuyun Sukarsih ini
menceritakan bagaimana pengalamannya memenangkan penghargaan dengan sebuah
cerpen yang dipersiapkan dalam waktu yang sempit. Sinar matanya berbinar
antusias ketika saya bertanya tentang pengalaman menulisnya.
Puisi, Langkah Awal Untuk Perubahan Besar
Perempuan
manis asal Singkawang, Kalimantan Barat ini memulai pengalaman hobi menulisnya
dari puisi. Sejak sekolah menengah pertama ia sudah sering membaca puisi di
sekolahnya. Lambat laun, aktivitas membaca puisi membuat Yuka, ingin menulis
puisi sendiri. Apalagi ketika guru Bahasa Indonesia memintanya untuk membuat
puisi. Awalnya hanya satu dua puisi tercipta. Sampai akhirnya berpuluh-puluh
buku terisi penuh oleh tulisan tangannya. Dia tak bisa membuat tangan dan
kepalanya berhenti untuk menciptakan puisi.
Yuka Yoshioka |
Yuka
bercerita bagaimana buku-buku berisi puisi itu berpindah-pindah tangan. Menjadi
santapan teman-teman yang menyukai puisinya. Tak jarang ia mendapat pesanan
puisi dari teman-temannya. Tentu tanpa imbalan apapun. Yuka menjadikan hal ini
sebagai ajang latihan kemampuannya menulis. Dan latihan ini telah mengasah
kemampuannya dengan sangat baik.
Yuka
telah merilis cukup banyak antologi puisi yang diterbitkan di penerbit indie.
Sertifikat sebagai bukti ikut serta Yuka dalam berbagai lomba menulis telah
mencapai angka tujuh puluhan. Seandainya satu sertifikat menghasilkan satu buku
antologi. Maka, tujuh puluh judul buku antologi puisi telah mencantumkan
namanya.
“Antara
Aku, Kau, dan Dia. Itu judul puisi paling favorit, alasan pastinya menjadi
favorit aku enggak tahu. Tapi mungkin karena di apresiasi oleh Sulistyo Ampas
Kopi, dan dijadikan rekaman mp3, makanya jadi favorit,” jelas perempuan
berzodiak Pisces ini mengenang pengalamannya.
Yuka
merupakan penulis yang rajin mengikuti ajang-ajang perlombaan. Berbicara tentang
penulis, Yuka mengaku awalnya dia sama sekali tidak mengerti ada profesi
sebagai penulis. Ketika ditanya oleh guru tentang cita-citanya, ia mencontek jawaban teman. Yuka kira,
penulis itu adalah orang yang akan menulis laporan atau tugas tulis menulis
lainnya di kantor. Setelah menulis cerpen dan lagi-lagi disukai teman-temanya,
Yuka mulai membaca novel dan cerita-cerita. Saat itu dia baru tahu jika
kegiatannya menulis puisi dan cerpen adalah hal yang dilakukan seorang penulis.
Cerpen, Yang Menggaungkan Nama
Gadis
yang baru saja berulang tahun ini memulai pengalaman menulis cerpen saat duduk
di bangku menengah atas. Tapi ditekuni lebih serius lagi saat tamat dari SMA.
Yuka sering mendapat informasi dari teman-temannya mengenai lomba. Sambil menunggu
panggilan kerja dan ia gunakan waktunya untuk membuat cerpen. Ketika mendapat
sertifikat dari sebuah penerbit indie, lagi-lagi Yuka tak bisa berhenti. Sama
seperti ketika ia jatuh cinta dengan puisi. Hampir tiap hari ia membuat cerpen
dan mengikuti perlombaan.
Cerita
mengenai memenangkan Pena Award menjadi cerita penuh kenangan bagi Yuka. Siang
itu, ia ingat ada lomba yang batas akhir pengirimannya malam. Ia ingin segera
mengerjakan, tapi saat itu sedang berada di percetakan, tempatnya bekerja. Tak mungkin
meninggalkan tempat kerja hanya untuk memuaskan hasratnya menulis. Ia tahan
keinginannya untuk segera menulis itu dengan gelisah. Satu jam sebelum batas
akhir, Yuka baru mengirim karyanya.
“Pas
pengumuman yang paling bingung. Pengumuman dilakukan di Jakarta, jelas aku
enggak mungkin ke Jakarta. Satu lagi diumumkan di Instagram, sayangnya aku
enggak punya. Siang itu, aku minta tolong sama teman yang punya IG, supaya
memberi kabar seandainya ada berita tentang perlombaan itu. Padahal aku sendiri
lagi ngurus seminar dakwah. Aku cuma bisa berdoa dari kejauhan. Merasa yakin,
Allah SWT tahu aku sudah berusaha,” kenang Yuka.
Ketika
pengumuman pemenang itu menyebut namanya, Yuka tak menyangka dan tak percaya
bahwa namanya akan keluar sebagai pemenang. Saat itu juga, untuk meyakinkan, ia
meminta temannya mengirim video saat panitia menyebutkan nama Yuka Yoshioka. Ketika
mendengar namanya disebut dengan jelas, air mata mengalir deras. Yuka langsung
bersujud, mengucap syukur atas pencapaian yang diraih.
Yuka dan Pena Award yang diraihnya |
Tahun
2017 dengan judul Pintu Utama itu Yuka berhasil memenangkan perlombaan dan
mengukuhkan dirinya sebagai penulis. Tapi selain pengalaman tentang Pena Award,
perempuan yang juga berprofesi sebagai tentor les private ini telah menembus
penerbit mayor dengan cerpennya. Cerpen Gedung Penuh Rahasia yang berada dalam
antologi Dayat telah terbit di Mizan. Antologi ini merupakan kumpulan
cerpen-cerpen terbaik dari 10 orang penulis yang berkolaborasi langsung dengan
Pidi Baiq. dan tentu saja masih dengan puluhan antologi cerpen lainnya yang
telah diterbitkan secara indie.
Yuka dan Dayat, antologi cerpen miliknya |
Ketika
disinggung mengenai nama pena, Yuka tersenyum. Ia akhirnya mengakui sangat
tergila-gila dengan segala hal berbau Jepang. Mulai dari anime, lagu, film,
bahkan artis. Itu juga yang menjadi alasan nama pena yang digunakannya Yuka
Yoshioka. Yuka dari namanya sendiri, sedangkan Yoshioka adalah artis Jepang favoritnya.
Novel, Dunia Baru Yang Mengasyikkan
Bergumul
serius dengan puisi dan cerpen sejak tahun 2015, membuat Yuka berkenalan dengan
dunia baru. Meski dunia yang tak jauh dengan kegiatan sebelumnya, tapi rasa
penasaran dan gregetan tetap menghinggapi Yuka. Tahun 2017, ia mulai merambah
penulisan novel. Bukan main-main Yuka menceburkan dirinya ke dalam penulisan
novel. Tiga novel solo telah terbit di bawah bendera penerbit indie.
Kaze
Ga Fuite Iru (Selama Angin masih bertiup, aku akan selalu bersamamu) dan
Ikanaide (Jangan pergi hingga aku di sisimu) merupakan novel solo yang
mengambil latar cerita di Jepang. Selain berpengaruh pada cerpen, Jepang juga
berpengaruh pada novel karyanya. Yuka tidak segan mengambil judul dan latar
Jepang. Novel ketiganya, Love and Truth juga masih dipengaruhi oleh kebudayaan
jepang, dan berlatar Indonesia dan Jepang. Novel ke empat Yuka ditulis secara
keroyokan bersama teman-teman penulisnya, termasuk di dalamnya Ariny NH. Novel yang
berjudul 7 Somplak Mengejar Primus ini diterbitkan di penerbit indie juga.
Salah satu novel karya Yuka |
Novel-novel
itu bukan novel biasa yang tak memiliki predikat apapun. Sebut saja novel Kaze
Ga Fuite Iru merupakan pemenang ke 2 dalam lomba menulis novel yang diadakan NW
Bart Publisher tahun 2016. Sedangkan novel Ikanaide terpilih sebagai 10 besar
di Penerbit Story Club. Dan anak bungsu dari Yuka, novel Love and Truth merupakan
recommended book di penerbit Intishar.
Tapi
meski begitu Yuka memiliki satu tantangan dalam menjalani aktivitasnya sebagai
penulis novel. Ia sering kali menghadapi plot hole. Teman-teman penulis menilai
novel Yuka terlalu cepat diselesaikan. Terkesan buru-buru, padahal konflik yang
dibangun sudah bagus, hanya saja penyelesaiannya terkesan cepat dan mudah. Saat
ini pun Yuka masih belajar untuk menutupi kekurangannya itu.
Love and Truth, karangan Yuka |
Ketika
ditanya tentang genre andalannya, Yuka menyebutkan romance, fantasi, horor, dan
terkadang misteri juga. Kesulitan awal yang dialaminya karena tidak ada teman
untuk sharing telah teratasi sekarang. Yuka telah memiliki banyak teman sesama
penulis yang siap memberikan saran dan kritis untuk karya-karyanya. Tentu saja
kritik yang membangun yang akan membuat karya Yuka lebih baik lagi.
“Aku
lebih suka menulis novel. Di novel semuanya bisa tertuang. Setiap inci yang
dibayangkan di terangkum, Semuanya bergerak seperti tergambar. Ketika selesai,
rasanya plong.”
Yuka
menargetkan tahun ini harus menyelesaikan minimal 3 judul novel dan 20 judul
cerpen. Ia lebih senang menulis di malam hari, ketika gelap dan ketenangan
berbaur menjadi satu terbalut dalam dingin. Semoga saja, karya-karya terbarunya
akan segera terbit. Tak sabar rasanya membaca karya Yuka selanjutnya.
Tak
ada proses yang akan mengkhianati hasil, bukan? Dan Yuka Yoshioka membuktikan,
proses yang dilalui telah mengantarkannya menjadi seorang penulis. Penulis,
sebuah kata yang tak diketahuinya, tapi justru disandangnya kini. #tia
Posting Komentar untuk "Yuka Yoshioka, Penulis Unik Penuh Magic"