Di
tengah rintik hujan kemarin sore diberi kesempatan untuk ngobrol asyik bareng
Yulia Ang. Sebenarnya saya tidak kenal dekat dengan Yulia, kami hanya bergabung
dalam satu grup Jaringan Penulis Indonesia dan saya pernah sekali dua kali
menyapa. Jadi ketika datang kesempatan untuk melakukan wawancara, saya langsung
memilih Yulia Ang, bahkan tanpa meminta kesediaan terlebih dahulu. Untungnya
Yulia mau menerima bincang-bincang santai dari saya.
Multitalented Young
Mommy
Yulia Ang, perempuan cantik berjilbab ini adalah putri Pacitan yang lahir 28 tahun lalu. Deretan rutinitas mengisi kesehariannya, mulai dari sebagai guru, pustakawan, penulis buku, penulis skenario, bookstagram, book reviewer, dan tentu saja istri sholehah, sekaligus bunda hebat dari putri kecilnya yang cantik bernama Yumna Jaza Callista. Kegiatan yang digelutinya membutuhkan waktu dan konsentrasi penuh, apalagi mengurus putri kecil yang masih berusia 3 tahun. Tentu membutuhkan tenaga ekstra yang besar dan semangat yang kuat.
Yulia Ang |
Kegiatan
sebagai guru dan pustakawan dijalani Yulia dari hari senin sampai sabtu. “Mengajar
di Sekolah Dasar itu seru dan rame. Walau masih honorer, bantu-bantu kaum
berkorpri, Tapi, alhamdulillah, semuanya dilancarkan dan dimudahkan,” jawabnya
ketika ditanya tentang kegiatan di sekolah. Bagi Yulia, menjadi guru adalah
salah satu cara untuk mengaplikasikan ilmu yang telah di dapat di bangku
perkuliahan. Lulusan Sarjana Pendidikan Bahasa Inggris dari Universitas
Nusantara PGRI Kediri ini semakin senang berada di sekolah setelah menjadi
pengampu untuk urusan perpustakaan dan administrasi. Kecintaan Yulia pada buku
membuatnya semakin betah berlama-lama berada di perpustakaan. Meski awalnya ia
merasa kesulitan karena tidak memiliki latar pendidikan di bidang pustaka. Tapi
Yulia pantang menyerah, ia terus belajar, sampai akhirnya berhasil mengelola
perpustakaan dengan baik.
Ketika
menyelusuri jejak Yulia di media sosial karya-karyanya sebagai bookstagram
tidak bisa dipandang sebelah mata lagi. Foto-foto yang dihadirkan seperti
memiliki jiwanya sendiri. Foto hasil jepretan Yulia tidak hanya menjadi
gambaran dari isi buku yang menjadi objek utamanya, tapi juga memiliki jalan
cerita tersendiri. Selain bakat, imajinasi yang kuat juga berpengaruh pada
hasil jepretannya. Imajinasi yang kuat itu juga yang berpengaruh pada hobi
lainnya, yaitu menulis.
Hasil jepretanYulia Ang |
Menulis adalah Napas
Yulia
Ang sangat mencintai dunia buku dan juga tulis menulis. Ia bercerita sudah mulai menulis sejak masih berada di bangku sekolah dasar. Kesukaan pada pelajaran
bahasa Indonesia, membuatnya tak segan menulis cerita pada buku tulis dengan huruf
tegak bersambung. Cerita-cerita pendek yang kebanyakan bertema horor di
tuliskan dengan penuh semangat oleh Yulia kecil, hingga menghaslkan sepuluh
buku tulis yang penuh oleh cerita horor.
“Teman-teman
yang menjadi pembaca cerpen-cerpen buatanku ketika itu. Tapi sayang sekarang
buku-buku itu entah di mana. Semuanya hilang ketika rumah direnovasi,” jelas
Yulia dengan wajah penuh penyesalan.
Dukungan
orang tua membuatnya semakin bersemangat dalam dunia tulis menulis. Bahkan
sampai dewasa, kegiatan tulis menulis ini terus ditekuni. Meski pun telah
berkecimpung di dunia tulis menulis sejak lama, bahkan menjadi kontributor di
aplikasi Joy, tapi Yulia baru mengeluarkan novel solo pertama di tahun 2016.
Novel pertama dengan judul Fated Love, menjadi simbol keseriusannya memasuki
dunia menulis. Setelah keluar novel pertama Yulia semakin mengasah kemampuan
menulis yang dimilikinya. Setelah novel pertama, ia kemudian merilis empat
antologi cerpen bersama teman-teman penulis lainnya.
Novel Fated Love, karya pertama Yulia Ang |
Antologi
karyanya mendapat sambutan yang baik, tapi hal itu tidak membuat Yulia puas
diri. Ia tidak dapat mengetahui apakah tulisannya atau tulisan teman-temannya
yang mendapat sambutan baik. Untuk menjawab rasa penasaran itu, Yulia mengikuti
perlombaan menulis novel pada sebuah penerbit. Setelah menunggu penuh
harap-harap cemas, akhirnya Yulia menjadi juara kedua dalam lomba itu. Dan
novel yang diikutkan pada perlombaan itu dibukukan dan dipublikasikan. Novel
kedua yang berjudul Melinda The Untold Story inilah yang memenangkan perlombaan
dan juga kembali mengukuhkan nama Yulia Ang sebagai penulis. Ketika ditanya
rahasia untuk memenangkan sebuah lomba, Yulia hanya menjawab terus menulis.
Yulia berprinsip, tak ada tulisan yang jelek dan ia percaya setiap tulisan
memiliki jodohnya masing-masing. Dan terus menulis adalah cara untuk mengasah
kemampuan, sehingga dinilai bagus oleh pembaca. Hal itu juga berlaku bagi
sebuah perlombaan menulis.
Melinda The Untold story, novel solo kedua Yulia Ang dan pemenang lomba menulis novel |
Penulis
yang mengaku sangat menyukai genre fantasy, thriller, dan dystopia ini kembali
tergoda dan tertantang ketika berkenalan dan bergabung dengan grup-grup menulis
yang membahas skenario. Ia akhirnya terjun juga pada dunia skenario. Ketika mendalami
skenario, ia juga menghadapi berbagai kendala. Apalagi penulisan skenario yang
cukup berbeda dengan menulis cerpen atau novel. Yulia sempat kagok dan
membutuhkan waktu untuk beradaptasi. Tapi semangat pantang menyerah dan tekad
kuat, membuatnya terus belajar. Ia membaca beberapa skenario, kemudian praktik
menuliskannya. Hal ini lakukan berkali-kali, sesekali ia juga sharing dengan
penulis-penulis skenario yang bersedia membantu dengan tulus dan tanpa pamrih.
Nama-nama besar di dunia skenario menjadi pembimbingnya, sebut saja Exan Zen,
Endik Koeswoyo, dan Musfar Yasin. Teman-teman di dalam grup penulis yang
diikutinya juga ikut serta dalam proses pembelajaran yang dilaluinya. Yuli Duryat,
Nirmala Xena, Adjie P. Atmoko, Pone Syam, dan Rina Melina adalah orang-orang
yang ikut mendukung keinginannya menaklukkan dunia skenario. Hasil dari
perjuangan penuh lelah dan membuat Yulia harus bergadang setiap malam itu akhirnya
membuahkan karya. Sebuah FTV dengan judul Penjual Kue Basah Serakah tayang di
MNCTV dalam program Kuasa Ilahi.
FTV perdana yang ditulis Yulia Ang |
Pencapaian
ini juga kembali membuat Yulia menapakkan kaki di satu tangga yang lebih tinggi
dari sebelumnya. Ketika ditanya tentang siapa penulis skenario favoritnya,
Yulia menyebutkan nama Justin Zakham dalam skenario yang berjudul The Bucket
List. Dan tentu saja penulis-penulis yang telah membantu perkembangan kemampuan
menulisnya menjadi favorit juga bagi Yulia. “Saya bukan apa-apa tanpa ada
mereka yang mendukung dan membantu saya,” ujar Yulia. Hal ini juga yang membuat
Yulia tetap rendah hati dan membuka sharing dengan teman-teman yang ingin
belajar bersama dirinya.
Kerja
keras dan pantang menyerah membuat halangan dan rintangan dalam menulis
berhasil dilewati Yulia. Hanya satu halangan yang masih etrus menjadi
bayang-bayang Yulia. Waktu, menjadi hal yang sangat berharga dan menjadi
rintangan dalam perkembangan menulisnya. Tapi perempuan penyuka drama Korea dan
penggemar Gong Yoo, ini tentunya sudah memiliki cara untuk mengatasi rintangan
tersebut.
Mimpi Masih Tetap Berlanjut
Dengan
aktivitas pekerjaan dan jadwal menulis yang padat membuat Yulia Ang harus
cerdas memilah-milah waktu dan prioritas. Ia hanya memiliki jadwal menulis di
malam hari, karena pagi sampai sore diisi untuk mengajar dan mengurus keluarga
kecilnya bersama sang suami, Ruswanto. Suaminya menjadi pendukung paling depan
dan paling gigih memberikan semangat untuk Yulia.
Yulia
yang saat ini sedang menulis naskah novel ketiganya pun merasa masih banyak
mimpi yang harus diwujudkan. Ia masih ingin terus belajar dan mendalami dunia
tulis menulis, baik menulis novel maupun skenario. Dalam menulis novel, ia
sedang berusaha menembus penerbit mayor yang. Naskah-naskah karangannya dipersiapkan
untuk bisa menembus pasar yang lebih luas dan menjangkau pembaca yang lebih
beragam.
Koleksi sekaligus hasil jepretan Yulia Ang |
Yulia
juga memiliki mimpi untuk menulis skenario dalam bahasa inggris. Tujuannya
hanya satu, menggabungkan profesi dan kecintaan pada dunia tulis menulis.
Karena jika diminta untuk memilih sekali pun, Yulia tidak dapat melepaskan
salah satu dari kegiatan utamanya tersebut. Baginya, semua mimpi besar itu
dapat terwujud dengan konsisten menulis, tak cepat puas, dan terus belajar.
“Judul
dan genre masih di rahasiakan,” ucap Yulia ketika ditanya buku yang sedang
dikerjakannya. Untuk penulis pemula, Yulia berpesan, ”Jika anda suka nulis.
Teruslah menulis. Tinggalkan jejak anda di dunia. Tidak perlu tergesa-gesa.
Santai tapi konsisten.”
Berkali-kali
saya mengacungkan jempol sambil memuji Yulia Ang karena kerja kerasnya, tapi
berkali-kali juga ia mengingatkan, “Saya hanya remahan roti. Belum menjadi
siapa-siapa, belum pantas dikatakan keren.” Jika Yulia Ang dengan pencapaian
yang banyak saja masih merasa sebagai remahan roti, apalagi saya yang masih
perlu belajar banyak dalam dunia menulis.
“Kalau
Yulia remahan roti, berarti saya remahan rengginang, ya,” Yulia tertawa mendengar
saya mengatakan itu. Bincang santai dan penuh tawa itu tak terasa telah berlalu
dengan cepat.
Masih
ditemani rintik hujan yang sedikit demi sedikit berubah menjadi hujan yang
makin deras. Percakapan sore itu diselingi dengan curhat sana sini, canda tawa,
dan akhirnya ditutup dengan menikmati secangkir teh hangat dan tawa tentang
remahan roti dan remahan rengginang. Di dua tempat yang berbeda, tapi dalam
kehangatan yang sama.#tia
1 komentar untuk "Yulia Ang, Penulis Rendah Hati Yang Mengaku Hanya Remahan Roti"