Pernah menonton film yang diadaptasi dari novel atau novel yang adaptasi dari film? Terkadang ada kecewa karena cerita yang jauh berbeda antara keduanya. Hal itu kadang membuat pecinta film malas untuk membaca novel, dengan alasan kehilangan rasa. Sedangkan penikmat novel jadi enggan menonton film karena alasan imajinasi yang terbatas. Tapi bagaimana jika novel yang diadaptasi dari film atau film yang diadaptasi dari novel itu justru memberikan rasa dan imajinasi yang berbeda?
Love For Sale jawabannya. Film Love For sale sendiri merupakan sebuah film komedi romantis yang baru akan dirilis pada tanggal 15 Maret 2018 mendatang. Ceritanya sendiri mengenai realita kehidupan pria berusia 35 tahun yang masih melajang karena kegagalan asmara masa lalunya. Sejalan dengan film Love For Sale, pada tanggal yang sama, novel Love For sale juga akan dirilis ke pasaran. Novel yang merupakan adaptasi dari film ini diharapkan akan mendukung dan sebagai pelengkap antara satu dan lainnya.
Love For Sale jawabannya. Film Love For sale sendiri merupakan sebuah film komedi romantis yang baru akan dirilis pada tanggal 15 Maret 2018 mendatang. Ceritanya sendiri mengenai realita kehidupan pria berusia 35 tahun yang masih melajang karena kegagalan asmara masa lalunya. Sejalan dengan film Love For Sale, pada tanggal yang sama, novel Love For sale juga akan dirilis ke pasaran. Novel yang merupakan adaptasi dari film ini diharapkan akan mendukung dan sebagai pelengkap antara satu dan lainnya.
Meski akan dirilis pada tanggal yang sama, Novel Love For Sale sebenarnya telah disiapkan Endik Koeswoyo jauh sebelum film diproduksi. Tapi karena naskah Love For Sale diminta oleh penerbit mayor, maka prosesnya menjadi lebih lama.
Cover Novel Love For Sale |
Menonton film Love For Sale dan membaca novel Love For sale akan memberikan pengalaman yang berbeda, meski dengan judul dan alur yang sama, tapi kedua karya ini memiliki cara pengemasan dan sasaran yang berbeda. Film Love For Sale dilabeli 17+ yang memiliki sasaran dewasa, sedangkan novelnya justru bisa dinikmati oleh berbagai kalangan dan usia. Andibachtiar Yusuf selaku sutradara memiliki pandangan yang berbeda dengan Endik selaku penulis novel Love For Sale.
Perbedaan visi dan misi antara Endik dan Andibachtiar Yusuf itu tidak jua menemukan titik temu, sampai akhirnya masing-masing memutuskan untuk berkarya dalam bentuk yang berbeda. Andibachtiar Yusuf berkreasi dalam film, sedangkan Endik memilih novel. Skenario film Love For Sale juga akhirnya diselesaikan oleh Ipang Ramli, tapi tentu masih dengan masukan dari Andibachtiar Yusuf .
Poster Film Love For Sale |
Meski berbeda pandangan, Endik dan Andibachtiar Yusuf tetap saling bekerja sama dalam menyukseskan produksi film maupun novel Love For Sale ini. Persahabatan yang sudah terjalin selama 10 tahun tak akan goyah hanya karena setitik perbedaan. Endik sangat aktif membantu Andibachtiar Yusuf dalam pra produksi film. Bahkan mereka berdua mencari pemeran utama yang tepat dan cocok untuk memerankan tokoh Richard yang unik.
“Mulai dari Rio Dewanto, Dion Wiyoko, sampai Baim Wong terlintas dalam diskusi-diskusi saya dengan Ucup. Hingga akhirnya saya dan Ucup janjian dengan Gading Marten. Pertemuan itu menghasilkan keyakinan bahwa Gading akan sangat cocok memerankan tokoh Richard,” jelas Endik melalui wawancara singkat via pesan singkat.
Dita Faisal & Vanessa Prescilla usai menonton Gala Premiere Film Love for Sale di CGV, Grand Indonesia |
Karakter dalam novel dan film tetap dipertahankan sama, karena setiap karakter di Love For sale baik versi film maupun versi novel menjadi penggerak dalam cerita. Karakter Richard, Arini, dan Panji menjadi character driven yang membuat cerita lebih unik dan menarik. Karakter-karakter tersebut bertutur berdasarkan pada karakter masing-masing, bukan menjadi dialog paksaan yang hanya dititipkan oleh penulis. Karakter berbicara mewakili rasa demi rasa yang mengalir membangun cerita.
Andibachtiar Yusuf (sutradara Film Love for Sale) & Endik Koeswoyo (penulis novel Love for Sale) saat malam Gala Premiere Film Love for Sale di CGV, Grand Indonesia |
“Waktu Gala Premier beberapa teman protes, ’kok dewasa sih?’. Saya senyum dan menjawab, ‘kalau mau semua umur baca saja novelnya,” Endik bercerita disela-sela kegiatannya.
Novel Love For Sale merupakan novel yang wajib dinikmati, karena unik, beda, tidak biasa, tetapi dekat dengan kehidupan zaman sekarang. Endik menjamin bahwa novel ini akan memuaskan rasa penasaran dan bertanya-tanya tentang perbedaannya dengan film. Tapi Endik juga menjamin, bukan hanya perbedaan yang akan disajikan dalam novel ini. Pengalaman, rasa, dan kepuasan akan benar-benar disajikan untuk penikmat novel. Jadi penonton dan pembaca akan disajikan dua karya dengan tema yang sama tapi rasa yang berbeda. Penasaran? Ayo tonton filmnya dan baca novelnya. Catat 15 Maret 2018. Bacalah Karena Beda. #tia
Posting Komentar untuk "ENDIK KOESWOYO, Nekad Merombak Cerita LOVE FOR SALE Demi Kebutuhan Pasar"