Lelaki Ketiga
Oleh : Asih Rehey
Pagi menyapa tiap insan di bumi. Semua berjalan perlahan sesuai dengan kehendak penciptanya. Laudia (27 tahun) adalah seorang janda muda beranak satu. Keputusan untuk menjanda merupakan keputusan terbesarnya, hal itu terjadi karena dia menjadi korban KDRT oleh mantan suaminya. Anaknya NICO (5 tahun) sudah duduk di kelas TK. Menyandang status janda, Laudia harus menjadi tulung punggung untuk anak satu – satunya. Mantan suaminya tak pernah memberikan nafkah kepada Nico, bahkan tak pernah menjenguk Nico. Laudia harus membanting tulang untuk menafkah anak semata wayangnya. Apapun dia lakukan untuk mendapatkan uang agar bisa memberi makan anaknya.
“Bu, ibu tidak capek?”
sapa Nico ketika melihat ibunya membuat kue pesanan pelanggannya.
“Hm… kenapa sayang?”
Laudia mengerutkan dahinya.
“Ibu tidak capek
seperti ini setiap hari?” tanya Nico
Laudia berlutut di
depan Nico menjajarkan kepala mereka.
“Demi Nico, Ibu rela
kerja apa saja. Asal Nico bisa sekolah dan makan makanan bergizi.”
Nico memeluk Laudia.
Bagi seorang anak usia TK pikiran Nico sebenarnya sudah dewasa di banding anak-anak seumurannya. Dia tumbuh menjadi anak lelaki yang sayang pada ibunya.
Tanpa kehadiran sosok ayah, Nico bisa menemukan sosok pengganti ayahnya dari
jiwa ibunya yang disiplin dan juga pekerja keras.
Laudia bekerja sebagai
seorang guru di sebuah SD. Gajinya sangat sedikit. Dia harus mengencangkan ikat
pinggang menjelang akhir bulan. Apalagi kebutuhan Nico semakin banyak.
Terkadang, karena terpaksa dia meminjam uang dari beberapa sahabatnya untuk
mencukupi kebutuhannya. Laudia memang sudah terbiasa hidup susah. Termasuk pada
seorang sahabatnya bernama ZAHWA (27 tahun) dia kerap pinjam uang. Zahwa adalah sahabat Laudia di pondok
tempatnya dibesarkan. Zahwa menjadi tempat mencurahkan segala permasalahan
hidup yang dihadapi Laudia. Hari itu ada tagihan dari sekolah Nico, uang Laudia
sudah menipis. Sedangkan uang bayaran
katering dari pihak pondok belum ada kabarnya. Laudia bergegas menuju rumah
Zahwa teman kecilnya, dia berharap sahabatnya itu bisa membantu meminjami uang.
Mata Laudia berbinar mendengar kata yang terucap dari sahabatnya itu. Sudah
berulang kali kata itu terucap dan selalu hati Laudia merasa tenang dibuatnya. Sore
itu kedua sahabat kecil menikmati secangkir teh dengan kue semar mendem hangat
yang nikmat. Zahwa membungkus beberapa potong kue untuk Nico. Kedua sahabat itu
berteman sejak kecil. Sejak pertama Laudia dititipkan di pondok setelah kedua
orangtuanya meninggal.
***
Setiap menerima amplop
tipis dari pihak sekolah, Laudia menjadi terenyuh. Karena Almarhum Kyai Shodiq-lah yang menjadikannya seorang guru. Beliau yang telah membiayai seluruh biaya
pendidikan Laudia. Almarhum Kyai Shodiq juga berpesan agar Laudia tak pernah
letih mengajar.
Status janda semakin
membuatnya tidak nyaman. Tetangganya banyak yang menjadikan Laudia bahan gosip.
Laudia sempat dilabrak tetangganya karena ada yang melihat Laudia digoncengkan
suami orang. Ibarat kata Laudia menjadi
momok menakutkan bagi para tetangganya. Mereka takut suaminya tergoda pada
Laudia. Laudia bahkan meminta tolong kepada sahabatnya Zahwa untuk mencarikan
jodoh. Laudia sebenarnya sudah tak tahan dengan kata-kata pedas yang diucapkan
tetangganya. Sahabatnya itu bukanlah orang sembarangan. Dia adalah seorang
hafidz Alquran. Menantu Kyai Shodiq yang sangat dihormati di kampung tersebut.
Istri dari anak kyai yang dengan tutur kata yang selalu halus dalam berdakwah
dan juga kyai yang sangat ringan tangan membantu sesama. Termasuk menjadi
orangtua asuh bagi Laudia.
“Hum… kamu benar Wa.
Aku masih punya Allah untuk bersandar," kata Laudia mantap.
“Nah, sekarang bukan
waktunya untuk bersedih. Jodoh itu cerminan kita. Kalau kita baik, Insya Allah
jodoh kita juga baik. Sekarang waktunya kamu memperbaiki diri. Entah di tempat
mana, jodoh yang disediakan Allah untukmu pasti sedang memperbaiki diri pula,”
kata Zahwa sambil tersenyum kepada sahabatnya itu. Kedua sahabat itu tersenyum
sambil menikmati dinginnya udara sore.
***
Ketika hari libur
Laudia merekam kegiatannya bersama NICO ketika membuat mainan dari bahan-bahan bekas. Ternyata kegiatan itu menjadi kebiasaan. Setiap kali bermain
bersama anaknya dia mengabadikan dengan smartphonenya. Tidak sengaja Laudia
mengupload rekaman itu ke dalam chanel youtubenya. Setiap kali mempunyai video
baru, dia segera menguploadnya. Tangan dingin Laudia telah menghantarkannya
menjadi seorang vloger.
“Bu, hari ini kita mau
bikin apa?” tanya Nico.
“Hm… kita punya
beberapa botol bekas. Bagaimana kalau kita buat tempat pensil dari bahan itu.
Kebetulan ibu masih punya cat untuk mewarnainya," kata Laudia sambil
menggerakkan jari jemarinya di atas ponselnya.
“Yuk Bu, kita buat yuk! Nanti ibu unggah lagi!” kata Nico bersemangat.
“Hehehe, anak Ibu
semangat sekali. Ibu siapkan bahan-bahannya dulu ya,” kata Laudia sembari
berjalan ke arah gudang.
Hal itu menjadi jalan rejeki untuk dirinya. Chanel youtubenya mendapatkan viewer yang
banyak, menjadikan chanelnya mendapat beberapa iklan.
Tetapi kegundahan Laudia
semakin tak karuan ketika NICO merasakan rasa rindu pada ayahnya. Laudia tahu
Nico membutuhkan kasih sayang seorang ayah. Dan bagaimanapun juga Nico tak
pernah bisa bertemu dengan ayahnya. Karena mantan suami Laudia sudah hilang
seperti di telan bumi.
“Bu, sebenarnya Ayah
dimana sih? Kenapa tidak pernah menjenguk Nico?” tanya Nico ketika selesai
membuat tempat pensil dari botol.
“Ibu tidak tahu Nak,
tapi… Ibu akan memberikan kasih sayang kepada Nico. Nico tidak usah khawatir,”
kata Laudia.
“Tapi aku pengen
seperti teman-teman yang lain. Menghabiskan waktu liburan bersama, main sama-sama, mancing. Aku pengen punya ayah, Bu,” kata Nico.
“Nico… walaupun kita
terbang dengan satu sayap. Tapi, Ibu janji akan memberikan yang terbaik untuk
Nico. Kamu tidak akan kekurangan kasih sayang, Nak,” kata Laudia memeluk anaknya.
Nico kemudian pamit untuk main ke rumah tetangga. Laudia hanya duduk sambil
membuka akun media sosialnya.
Dalam akun instagramnya
ternyata ada seorang pria yang jatuh hati kepada janda berjilbab itu. Pria itu
menyatakan keseriusannya ingin menjadi ayah dari NICO. Tetapi, Laudia tidak
segampang itu, dia perlu tahu seluk beluk dan kepribadian pria itu. Mereka
janjian kopi darat di sebuah taman. Laudia menikmati penantian itu. Setiap
detik berganti dan lelaki bayangan itu hadir. Betapa kagetnya Laudia ketika
mendengar namanya dipanggil. Matanya seakan tak percaya bahwa orang yang ada di
depannya adalah sahabat masa kecilnya. Sahabat yang harus pindah ke luar daerah
bersama orangtuanya. Lelaki itu HILMAN (27 tahun) bersungguh – sungguh untuk
menikahi Laudia. Hilman lelaki lajang, karirnya bagus, dan juga memiliki wajah
yang cukup menawan.
“Laudia…” sapa lelaki
itu. Laudia membalikkan badannya.
“Hilman! Kamu Hilman
teman SD-ku dulu?” tanya Laudia tak percaya.
“Iya aku Hilman,” jawab Hilman sambil tersenyum.
“Wah… tidak lucu Man
semua ini," kata Laudia sambil setengah menangis. Dia menganggap niat Hilman
hanya lelucon saja.
“La, aku serius. Aku
serius dengan niatku ini. Aku pengen kamu jadi istriku La. Aku sanggup menerima
keadaanmu, aku sanggup menjadi ayah bagi Nico.” Hilman mencoba meyakinkan
Laudia. Laudia hanya menatap sahabatnya itu, menatap mata di balik kacamata
yang tebal. Mata yang memancarkan sebuah cinta yang teramat dalam yang belum pernah
Laudia dapatkan dari mantan suaminya.
Laudia menjadi bimbang,
dia hanya seorang janda beranak satu. Hanya seorang guru honorer, dia merasa
tidak pantas menjadi pendamping Hilman. Apalagi orangtua Hilman yang masih
menggunakan pitung jawa semakin membuat mereka semakin bimbang. Rumah Laudia
dan rumah Hilman jika ditarik garis lurus menjadi sebuah garis miring. Mereka
menyebutnya kijing miring.
Laudia hanya pasrah, di
depannya ada lelaki yang bersedia dengan senang hati menjadikannya seorang
istri. Tetapi orangtua Hilman, Pak Jalil dan Ibu Lena tidak menyetujui langkah
mereka untuk menikah. Menurut mereka Hilman bisa mendapatkan seseorang yang
lebih baik dari Laudia.
“Man, kamu itu bisa
mendapatkan yang lebih baik, Nak,” kata Bu Lena sambil menghidangkan secangkir
kopi untuk anak ragilnya itu.
“Ibu sama Bapak ini
lebih percaya hitung menghitung daripada Gusti Allah ya? Jodoh itu bukan
ditentukan dengan hitung-hitungan atau arah, Bu. Jodoh itu Allah yang
mengatur,” kata Hilman menjelaskan.
“Tapi Laudia itu janda
beranak satu Man. Kamu bisa mendapatkan gadis yang lebih baik,” tambah Pak Jalil
“Bapak sama Ibu dulu
tidak pernah jatuh cinta? Terus kenapa menikah? karena cinta kan? Nah, begitu
juga Hilman. Hilman hanya ingin menikah dengan orang yang Hilman cintai. Dia
itu Laudia. Sekali ini saja Pak, Bu, sekali ini saja. Hilman mohon restui
langkah Hilman. Hilman sudah berusaha menjadi apa yang kalian minta. Tolong
restui langkah Hilman,” kata Hilman memohon pada kedua orangtuanya.
Pak Jalil dan Bu Lena
saling beradu tatap. Sepertinya mereka berdua tak bisa menghalangi niat
anaknya. Bukan Hilman jika tak memiliki kemauan keras. Dia lebih percaya jika
jodoh ditentukan oleh Allah pemilik alam raya. Bukan dengan hitung-hitungan
arah atau hari lahir. Banyak temannya yang sudah berkomitmen untuk menikah tapi
kandas karena sebuah adat itu.
Hilman adalah lelaki
modern dengan wawasan luas. Dia bersikukuh untuk menikahi Laudia, orang yang
sedari dulu dia cintai tetapi tak pernah dia ungkapkan. Teman kecilnya yang
selalu membuatnya nyaman. Teman konyol yang selalu membuatnya tertawa lepas.
Orangtua Hilman
akhirnya pasrah dengan keputusan anaknya. Dia merelakan anaknya menikah. Tetapi
mereka juga memberikan tantangan kepadanya, apapun yang terjadi dalam biduk
rumah tangga Hilman nanti dia harus kuat menghadapi dan mempertahankan sampai
ajal memisahkan Laudia dan Hilman. Hilman bangkit dari kursi dan segera
mempersiapkan sebuah lamaran yang romantis untuk Laudia.
Akhirnya Hilman
mendatangi Laudia, dia mempersembahkan lamaran yang romantis di depan rumahnya.
Laudia hanya tersenyum bahagia melihat Hilman di depannya dengan sebuah cincin
berada di tangannya sambil berlutut dihadapannya. Begitu pula Nico yang berada
di samping Laudia. Dia tersenyum bahagia, akhirnya dia akan mempunyai seorang
ayah. Dia bisa bermain bersama dengan ayahnya seperti temannya yang lain.
Profil penulis :
Asih Rehey bernama asli Sriasih. Penulis pemula kelahiran Boyolali, 11 Juli 1990. Menekuni dunia literasi dari tahun 2017. FB : Asih Rehey assama art
Ig : asihrehey
Twitter : ashych_rehe
Asih Rehey bernama asli Sriasih. Penulis pemula kelahiran Boyolali, 11 Juli 1990. Menekuni dunia literasi dari tahun 2017. FB : Asih Rehey assama art
Ig : asihrehey
Twitter : ashych_rehe
Posting Komentar untuk "Lelaki Ketiga"