Follow IG @hartinidede
Motivasi Menulis Dari Seorang Dede Hartini
Menulis adalah sebuah kegiatan di mana semua orang pasti bisa melakukannya dengan melakukan pelatihan sejak sedini mungkin. Namun tidak banyak orang yang percaya diri bahwa dirinya bisa menjadi seorang penulis sastra. Padahal semua orang nyaris pernah curhat di buku diary dan hanya dianggap sekadar rahasia pribadi tanpa menyadari adanya nilai seni.
Menuliskan sebuah seni sastra terkait apapun jenisnya memanglah berbeda dengan penulisan biasa karena terikat aturan-aturan tertentu. Bahkan setiap jenis tulisan memiliki karakterstik masing-masing.
Kegiatan menulis biasanya dijadikan sebagai hobi di waktu luang terutama di kalangan anak muda yang beranjak remaja guna menyimpan segala perasaannya untuk kebutuhan pribadi atau sekadar curahan hati.
Saya sendiri menulis diawali karena hobi sebelum menjadi profesi. Kelas 9 adalah masa-masa yang mengasyikan di mana kita sebagai anak muda mulai merasakan indahnya jatuh cinta dan biasanya menuangkan perasaan dalam sepucuk kertas bahkan sehelai tisu dan daun. Asal jangan tembok tetangga.
Itu pun karena saya ikut-ikutan menulis cerita bersambung yang dilakukan teman satu geng saya. Di mana kami adalah sekumpulan geng yang rajin menulis cerita di buku catatan secara manual menggunakan pena dan disebarkan ke teman-teman di waktu istirahat. Sering kali saya meminta kritik dan saran. Dan itulah yang membuat saya selalu belajar memperbaiki tulisan setiap harinya.
Kelas 12 saya sudah melupakan hobi tersebut entah kenapa terlupakan begitu saja. Selulus sekolah saya belajar menjahit ke beberapa mentor saya karena bercita-cita jadi fashion design karena sebelumnya saya juga berpengalaman di bidang kreatif.
1 bulan berlalu saya memutuskan untuk berhenti belajar terlebih kurang cocok dengan orang yang mengajari saya. Selain itu saya tidak kuat tinggal di tepi jalan raya yang penuh dengan polusi udara. Saya benar-benar sudah malas dan tiba-tiba kehabisan ambisi.
Saat-saat terakhir menjahit menggunakan mesin jahit yang dibelikan Ayah, saya merasa terganggu oleh suara mesin tersebut dan tiba-tiba saja teringat menulis, hobiku yang telah lama terlupakan.
Aku pun langsung banting stir dan lebih sibuk berkutat di depan laptop sambil diceramahi oleh orang tua gara-gara menyia-nyiakan mesin jahit dan mereka bertanya-tanya mau jadi apa aku jika hanya malas-malasan. Karena mereka hanya menganggapku main-main saja di depan laptop tanpa mengerti apa itu kegiatan menulis.
Saya termenung dalam kebisuan. Tidak mau mendebat karena apapun alasannya tetaplah seorang anak akan beresiko menyandang gelar durhaka. Aku bertanya pada diriku sendiri mau jadi apa nanti? Terlebih keadaan fisikku yang tidak senormal orang lain. Saya memiliki badan yang lebih pendek dibandingkan manusia lain sehingga tidak mungkin bekerja di luar rumah.
Yang hanya ingin saya lakukan adalah berlari di lorong imajinasi kala itu, berusaha meninggalkan dunia nyata yang memilukan walau pun sekadar ilusi. Terlebih di awal 2016 saya mengalami peristiwa buruk menyakitkan yang membuat saya makin terpuruk.
Beberapa minggu mengurung diri di kamar memang menyedihkan. Saya rindu luasnya langit yang selalu memberi harapan. Saya rindu melakukan apapun yang dilakukan orang lain. Tapi di satu sisi saya merasa terlalu rapuh untuk dan payah untuk itu.
Sebuah tumpukan naskah berbalut debu membangkitkan saya. Saya tidak mau kalau nasib saya juga seperti itu. Saya bertekad mengirimnya ke penerbit besar tanpa pengetahuan apapun saat itu meski ujungnya ditolak.
Saya juga memaksakan diri untuk melangkah jauh dengan mengikuti seminar dan berbagai workshop juga kursus kepenulisan dengan resiko apapun yang bisa saja menampar saya. Tapi ternyata ... dunia ini tidak semenakutkan itu. Saya nyaman mengikuti berbagai kegiatan di DISPUSIPDA JABAR.
Saya berhasil menerbitkan buku novel genre fanfict lewat seleksi indie. Itu sudah membuat saya bahagia. Tak disangka, kabar itu didengar oleh mentor-mentor saya dan mereka mengundang saya untuk menjadi pembicara bedah buku.
Apa? Gak salah?
Pikir saya waktu itu kaget sekali. Ini kesempatan emas! Tapi saya takut! Gimana ini? Dilema saya. Tapi saya sadar tidak bisa bersembunyi terus dan akhirnya memutuskan untuk menyetujui meski sebenarnya tak pernah siap untuk berdiri di hadapan publik.
Saya pikir keputusan tersebut adalah pintu utama untuk memasuki gerbang kesuksesan meski masih misterius. Tapi seiringnya waktu perkiraanku itu benar saja. Dengan segala motivasi dari banyak pihak dan perjuangan tanpa lelah, perlahan-lahan dari tahun ke tahun peningkatan itu ada dari pemuatan artikel di majalah dan koran lalu berkecimpung menjadi penulis FTV SCTV di bawah naungan PH STARVISION.
Ide Cerita Dede Hartni Penulis Skenario Endik Koeswoyo |
Dengan segala keberhasilan ini saya tidak hanya mengalami perbaikan ekonomi tapi juga mendapat dukungan penuh dari orang tua. Banyak berbicara hanya akan berujung gibah, maka dari itu perbanyaklah menulis karena akan berakhir menjadi karya tanpa titik. Namamu akan dikenang sepanjang masa walau akan ada saatnya ragamu tinggal belulang.
Satu yang saya yakini, setidaknya nama saya sudah muncul di televisi nasional. Nggak percaya? Silahkan nonton FTV Mie Ayam Mantan Level Cemburu berikut ini:)
Sekian dan terimakasih.
Follow IG @hartinidede
style="display:block"
data-ad-client="ca-pub-2596818841430923"
data-ad-slot="3784520715"
data-ad-format="auto">
Posting Komentar untuk "Motivasi Menulis Dari Seorang Dede Hartini"