MIMPI KECIL MENTARI
BAGIAN 4
(Penulis : Asih Rehey)
Beberapa
hari Mentari menanti Laila untuk bermain sepulang sekolah. Tetapi ketika
Mentari duduk sambil bermain dengan adiknya, Laila tak kunjung datang. Sudah
beberapa kali Laila mengatakan akan ke rumah Mentari. Tetapi, selalu saja dia
tak datang. Untuk menghampirinya di rumah, Mentari tak cukup memiliki keberanian.
Dia terlalu takut dengan sikap ibunda Laila, yang selalu menatapnya dengan
penuh kebencian.
“Kamu
kenapa tidak jadi ke rumah?” tanya Mentari saat mengerjakan tugas.
“Maafin
aku Tari,”
“Ibumu
marah lagi?” tanya Mentari mengorek informasi.
Laila
mengangguk perlahan, sebenarnya dia merahasiakan sikap ibunya kepada Mentari
agar dia tidak tersinggung.
“Nggak
apa – apa, kan kita masih bisa main di sekolah,” ucap Mentari sambil tersenyum.
Semenjak
Laila mendekati Mentari, Mentari lebih terbuka pada Laila. Walaupun dia masih
menjaga jarak, agar Laila tidak dimarahi ibunya.
Laila
banyak belajar dari Mentari, dia selalu mencontoh ketekunan Mentari saat
belajar. Terkadang Laila harus bersitegang dengan kakek dan ibunya karena
membela Mentari. Hal tersebut dia lakukan karena kasihan dengan keluarga
Mentari.
Waktu
istirahat, tiba – tiba beberapa anak laki – laki mendorong Mentari.
“Hahaha,
lihat anak orang gila jatuh!” teriak salah satu anak bernama Yoga kakak kelas
Mentari.
“Kasihan…
kasihan…, hahaha!” ledek teman – temannya yang lain.
“Laila,
ayo kita beli jus di kantin!” ajak Aya membuat Laila bingung.
“Kamu
duluan saja, aku mau nolongin Mentari dulu,” kata Laila berlari.
Laila
segera membantu Mentari, saat Laila dan Mentari berdiri datanglah seorang anak
laki – laki berseragam batik warna hijau dan celana warna putih. Dengan sikap
keren si anak menggertak beberapa anak laki – laki pimpinan Yoga.
“Cemen
banget, beraninya hanya sama anak cewek!” gertak anak lelaki itu.
Seketika
Yoga dan yang lain terpancing emosinya. Anak laki – laki itu diserang oleh
Yoga. Tetapi dengan tangkas anak itu segera menghindar dan Yoga tersungkur.
Beberapa anak yang lain menertawakannya. Yoga berdiri dan menatap bengis anak
lelaki yang asing itu.
“Kamu
nggak apa-apa?” tanya anak laki – laki itu pada Mentari.
“Nggak…
terima kasih,” kata Mentari lirih.
“Kamu
anak baru ya?” tanya Laila penasaran.
“Iya,”
“Arjuna,
ayo kita pulang!” ajak seorang wanita berjilbab panjang.
“Bentar
Bunda… aku mau kenalan sama mereka dulu,” jawab Arjuna.
Bundanya
hanya tersenyum dan mengangguk kepada Mentari dan Laila.
“Aku
Laila, dan ini Mentari,” sahut Laila.
“Oh
ya, Mentari, Laila, sampai jumpa besok ya. Assalamualaikum,” pamit anak laki –
laki bernama Arjuna itu.
Mentari
dan Laila mengangguk.
“Tante
pulang dulu ya Laila, Mentari…” Bu Aisyah menggandeng tangan Arjuna.
Arjuna
masih memperhatikan sosok Mentari yang sedari tadi hanya diam. Sesampainya di
mobil Arjuna duduk di samping bundanya.
“Kamu
tadi nggak berantem, kan?” tanya Bu Aisyah.
“Nggak,
aku hanya nolongin Mentari saja kok. Aku tadi lihat dia di dorong sama anak sok
jagoan tadi. Harusnya dia malu beraninya sama anak cewek,”
“Sayang,
kamu besok sekolah di sana lho, Bunda
nggak mau kamu sampai berantem ya. Ingat pesan Bunda ya…”
“Iya,
Bunda. Tapi kata Bunda harus amal makruf nahi mungkar di manapun kita berada.
Nah kalau di sekolah baru aku ada yang jahat gimana?” Arjuna masih merayu Bu
Aisyah.
“Semua
masalah bisa diselesaikan tanpa harus ada kekerasan.”
Arjuna
pun mengangguk, dia kembali menikmati pemandangan yang memanjakan mata.
Bundanya masih konsentrasi menyetir mobil.
***
Mentari
dan Laila duduk di bangku taman sekolah mereka. Laila membeli beberapa jajanan
dan dia membagi sebagian untuk Mentari.
“Terima
kasih, La,”
“Sama
– sama,”
Kedua
gadis kecil itu masih menikmati roti sobek dan air minum kemasan sambil
memperhatikan anak – anak yang lain bermain.
“La,
kenapa malah duduk sama Mentari di sini!” gertak Aya sambil cemberut.
“Tadi
Yoga nakal sama Mentari, Ya.”
“Jadi
kamu lebih milih Mentari daripada aku?”
“Kalian
semua temanku! Kenapa kamu bisa kayak gitu sih, Ya!”
Aya
meninggalkan Mentari dan Laila dengan bibir manyun. Mentari hanya serba salah
saat itu. Dia sebenarnya tidak ingin Laila dijauhi teman – teman yang lain
seperti halnya mereka menjauhi Mentari.
“Kamu
seharusnya nggak usah nolongin aku, La.”
“Lho kenapa? Bukankah kamu temanku juga?”
“Tapi
mereka tidak suka aku…” ucap lirih Mentari.
“Itu
kan mereka, bukan aku. Mereka hanya iri karena kamu pandai, dan mereka nggak
bisa bersaing dengan kamu.” ucap Laila sambil menyeruput minuman kemasan dengan
sedotan kecil.
Mentari
menatap Laila, hanya Laila yang mau menerima keadaannya. Di saat semua anak
menjauhinya karena kondisi keluarganya yang sakit jiwa. Laila mampu menjadi
teman yang baik untuk Mentari.
Bu
Agatha memanggil Mentari dari bibir pintu ruang guru. Gadis berambut kumal itu
pun mendekat. Sebuah buku majalah baru disodorkan di hadapannya. Laila segera
menghampiri sahabatnya.
“Wah,
Bu Agatha ini kan majalah edisi terbaru,” kata Laila. Mentari hanya bengong.
Mungkin Laila sudah sering dibelikan majalah itu oleh ayahnya.
Bu
Agatha tersenyum sambil berkata, “Semoga bermanfaat untuk Mentari. Kamu harus
rajin baca ya, Nak.”
“Terima
kasih, Bu.”
Laila
dan Mentari berjalan ke dalam kelas sambil membuka isi majalah anak tersebut.
keduanya sangat antusias membuka setiap lembarannya. Saat jam pelajaran
berlangsung, anak – anak yang lain hanya malas – malasan mendengarkan
penjelasan Bu Agatha. Berbeda dengan Mentari dan Laila yang sangat antusias.
“Ada
kejutan buat kalian, besok kalian punya teman baru, namanya Arjuna.” ucap Bu
Agatha mengakhiri pelajarannya. Mentari dan Laila langsung saling adu pandang.
Mereka tahu bahwa anak yang dimaksud Bu Agatha itu adalah anak yang menolong
Mentari tadi. Sementara Aya hanya memasang muka cemberut ketika melihat Laila
begitu akrab dengan Mentari.
Kaki
mungil Mentari berjalan menyusuri persawahan. Seperti kebiasaannya dia selalu
memetik beberapa bunga di pinggiran selokan. Raut mukanya berseri memandang
bunga – bunga yang bermekaran. Setelah puas memetik beberapa, dia segera
mengayunkan kakinya menuju rumahnya.
“Assalamualaikum
Mbah… Mbah…” panggil Mentari pada Bu Sumi.
Dia
hanya melihat ibunya sedang duduk di kursi dengan pandangan kosong, di
hadapannya masih tampak segelas teh kesukaannya.
“Ibu…
” panggil Mentari sambil meraih tangan ibunya. Wanita itu masih saja diam tak
mengindahkan belaian anaknya.
“Ibu
sudah segar dan wangi. Pasti Ibu sudah mandi, hehehe. Aku ganti baju dulu ya,
Bu.” Yarni masih diam dalam tatapan kosongnya.
Mentari
segera mengganti bajunya, dia mencari – cari keberadaan Bu Sumi dan juga
adiknya Surya. Tetapi setelah berkeliling mencarinya di seluruh rumah dan juga
kebun tak ditemuinya keberadaan mereka. Apalagi Pak Tejo tidak ada juga di
rumah, Mentari bingung mencari mereka.
Posting Komentar untuk "MIMPI KECIL MENTARI (BAGIAN 4) Penulis : Asih Rehey"