Adikku Sayang , Kakakmu Malang!
Oleh :Fatimah_Astudy
Koran-koran tergeletak
pasrah di ruang tamu. Seorang ibu hamil membawa secangkir kopi tuk suaminya
yang sedari tadi sibuk melingkari iklan koran.
“Minum dulu, daeng.” Lisda memijat
bahu suaminya.
“makasih,ndi.” Si suami
menyeruput nikmat kopinya.Ia lalu menyandarkan punggungnya dengan hati-hati di
atas kursi plastik yang didudukinya sejak sejam yang lalu.
Aco,begitu panggilan
kesayangan saudara-saudaranya kepadanya. Ia memang keturunan bangsawan, tapi bukan berarti ia orang kaya. Dalam keadaan tertentu , gelar
bangsawan bisa juga seketika melekat pada nama orang kaya.
Mencari kerja adalah urusan paling utama bagi
Aco.Sejak kecil,ia sudah beda dengan anak kecil kebanyakan yang kesulitan menjawab saat ditanya tentang cita-citanya.Ia pasti akan menjawab dengan santai : “jadi pencetak
uang”.Setamat smp, ia melanjutkan sekolah ke SMK, masih dengan alasan yang sama, biar bisa cepat
kerja dan menghasilkan uang. Lalu, keyakinannya yang kuat semakin memuluskan
langkahnya untuk menerima tawaran menjadi TKI . Saat terikat kontrak menjadi
TKI, ia mampu mengirimkan tambahan uang sekolah untuk adik bungsunya atau
sesekali membantu keuangan
kakak-kakaknya yang sudah menikah. Ia menikmati gaji tinggi di negeri matahari
terbit itu, kecuali kehangatan keluarga. Ia bahkan terpaksa tidak pulang saat
pemakaman ayahnya. Selepas kontrak dan kembali ke Indonesia, Ia memulai
kehidupannya dari awal lagi. Ia membeli sebuah rumah di Makassar untuk
ditinggali adiknya sambil kuliah. Singkat cerita, Dengan memakai sisa uangnya sebagai uang panai, Ia melamar lisda, mahasiswa
kebidanan yang ngekost tidak jauh dari rumahnya di
makassar.
Untuk kebutuhan perut keluarga,
ia membuka counter hp di rumahnya. Namun, lambat laun, ia kurang ahli
memanagement counternya sehingga pendapatannyapun tak seberapa. Apalagi ia juga kuliah.Dan
jadilah ia seperti saat ini, kebingungan dan penuh harap akan masa depannya yang lebih gemilang dengan mencari kerja berbekal iklan di surat kabar.
“Bunyi hp ta’ daeng” Suara lisda
lembut membuyarkan lamunan suaminya.
Si suami membaca pesan di layar
hp lalu mendesah panjang.
“Kenapa deng? Cece kah?”.Lisda
menyelidik.
“Iyya,ndi. Dia kembali
memberi penawaran ”.Aco menarik nafas
berat.
“Sebenarnya, maksudnya baik, deng. Tapi saya sepertinya
malu. Saya ingat dulu saya sangat kejam kepadanya”suara lisda getir.
“Sudahlah ndi. Bukan salah ta.
Itu kan bawaan hamil. Dan calon anak pertama kita gugur”.Husni kembali
menyeruput kopinya.
“Sehabis melahirkan, ijinkan saya
bekerja deng,buat bantu-bantu keuangan keluarga.”
Lisda mengelus perutnya
yang membuncit. Hasil USG memprediksi anaknya lelaki. Orang tua di kampung
halamannya juga memprediksi anaknya laki-laki dengan melihat wajahnya yang
tidak kusam serta bentuk perutnya yang membuncit melebar.
“Nda usah banyak pikiran.
Sebaiknya, kamu jaga kesehatan agar kali ini kamu bisa melahirkan dengan
selamat dan sehat. Mencari nafkah itu kewajibanku sebagai kepala rumah tangga,
ndi.” Aco mulai meninggikan suaranya.Mungkin lelaki ini benar-benar terluka.
“ Iyye, daeng. Saya ke belakang “.
Lisda berjalan tergesa ke dapur. Menyembunyikan buliran bening di pipinya yang
masih mulus.
Aco kembali terpekur.
Berdialog dengan nuraninya.Teringat
kejadian beberapa waktu silam saat adiknya yang keras hati dan istrinya yang
cengeng terlibat perdebatan. Bermula saat istrinya ngidam dan tak ingin melihat
sedikitpun debu. Sementara adiknya yang saat itu mahasiswi yang sedang
sibuk-sibuknya menyusun skripsi membuat kamarnya berantakan dengan
kertas-kertas.
Untungnya, adiknya segera
wisuda, pulang kampung dan tak lama berselang mendapat tawaran pekerjaan bagus
atas informasi beberapa keluarga yang juga merantau di sana. Sebuah daerah baru
dengan fasilitas seadanya,namun diprediksi akan berkembang pesat. Benar saja,
beberapa tahun kemudian, adiknya yang juga pekerja keras seperti dirinya itu,
berhasil membuktikan kesuksesannya. Di usianya yang sangat muda, ia sudah
terbilang mapan.
Sang adik lalu menawarkan bantuan kepada kakaknya agar
ikut merantau . Sang adik juga
menjanjikannya pekerjaan berdasarkan koneksi yang dimilikinya. Tapi,
penawaran adik kesayangan aco itu malah
menoreh kisah malang di lubuk egonya.
“Gengsi dong. Masak kakak ditolongin
adik? Bukannya seharusnya dibalik?”
bisik bathinnya
“Kenapa tidak? Saudara itu saling
bantu bukan?” timpal bathinnya yang lain.
“Gak ingat apa? Bagaimana dulu
dia sakit hati?” Suara itu semakin meninggi
“Dia sudah membuka ruang komunikasi yang bagus.
Dia saudara yang baik ”.Ada kesejukan batin dari suara yang ini.
“Jangan-jangan itu akal-akalannya
untuk balas dendam”
“Darah lebih kental dari air!”
Suara-suara
itu saling bersahutan, saling merangkai dialog dan menggoda nurani Aco. Aco menarik nafas
dalam-dalam lalu menghembuskannya cepat. Senyum menggurat di wajahnya.
Keputusannya tuk berkumpul lagi dengan adiknya itu, sudah bulat melunturkan apa yang disebutnya "gengsi". Perlahan bibirnya membuka dan mengucap dengan nikmatnya “Basmalah”.
SEKIAN
*Daeng : Sapaan dalam bahasa Bugis Makassar kepada orang yang lebih tua, dihormati atau bisa juga adek ke kakak atau istri ke suami.
*Ndi : Sapaan dalam bahasa Bugis Makassar kepada orang yang lebih muda .
*(hp) 'ta : (hp) anda
Penulis: Fatimah anti astudy
Bone, Sulawesi selatan
fatimahastudyindonesia@gmail.com
Posting Komentar untuk "Adikku Sayang , Kakakmu Malang!"