TINA TITIN AFIYOKA
(Berdasarkan kisah Nyata)
*
Facebook
8 Oktober 2013 18:47
Ø Hy salam kenal au..
< Au... samo2
Ø ko tun ipe?
< Embong panjang
Ø Genku Tina, uku tun talang leak, tapi uku uyo nak jkrta, uku kerjo tp uku
kbur majikanku jahat.
< Ko laher tahun kedau? Neak ipe ko tinggea uyo?
Ø Uku laher 1994, uku nak jakrta uku coa namen dalen blek moy lebong, ko lok
coa temulung uku?
< ipe nomor hp nu? Kirim ngen uku... tapi beak gitei2
nomor.
> 085920558xxx
> Uku minoi tlung ngen ko, uku kebiak indau ngen tun
tuaiku, sudo 5 thun uku coa temau ngen tun tuaiku.
> Demi allah, uku selalu d sikso majikanku uku kabur tapi
uku coa namen nomor hp kluargoku, pasti keluargoku meker uku sudo matei.
> getaiko coa krim nmornu, men uku tlp ko, uku lok cerito
ngnko, bian uku mesoa kuat nak pesbook, uku temau ngen ko.
< oke dio nomorku, 085714922xxx
Ø mokasiak au, ko lok ijai kuatku, uku nanyo coagen kuat tun lebong, tip
bilai baso indonesia, men uku nlpon ko au.
< ko binikeak?
**
Facebook, salah satu akun paling digemari oleh anak-anak Indonesia bahkan orang
dewasa baik laki-laki maupun perempuan, ada beberapa orang menjalani bisnis
On-Line dari akun itu untuk menjual apa saja. Tak dipungkiri kalau akun Facebook merupakan tempat yang paling
banyak sekali terjadi hal-hal di luar dugaan, dari penipuan dengan berbagai
cara namun tidak sedikit orang merasakan dampak positifnya, dan aku adalah
salah satu orang yang banyak sekali menikmati hal positif dari akun itu setelah
bergabung sejak tahun 2009 silam. Ada
beberapa temanku berpendapat rata orang-orang pengguna akun itu
menandakan tidak punya pekerjaan atau pengangguran, semisal nenek-nenek yang
mengisi kekosongannya dengan membuka akun Facebook,
anak-anak SD, SMA bahkan yang sudah bekerja di kantor namun yang lebih
mengesankan lagi adalah ibu-ibu rumah tangga yang mengisi waktu luangnya untuk
sekedar chatting di akun itu pada teman-temannya atau komunitas mereka. Mungkin
temanku tadi rada anti dengan Facebook
tidak melihat hal positif dari pengguna akun ajaib itu seperti beberapa ibu
rumah tangga yang mengisi waktu luangnya untuk berjualan barang keperluan rumah
tangga sampai aksesoris, pakaian wanita sampai gadget. mereka mendapatkan penghasilan tambahan dari sana. Intinya setiap
kemajuan teknologi merupakan dilema untuk penggunanya. Yang ingin menggunakan
ke hal positif pasti akan merasakan kemudahan yang luar biasa namun yang menyalahgunakan
teknologi maka akan merusak orang lain bahkan dirinya sendiri dan tidak jarang
membawa penggunanya ke dalam jeruji besi.
Aku sendiri bisa menemukan kembali sahabatku yang sudah 17
tahun tidak bertemu lewat akun Facebook,
bisa menyalurkan hobi menulisku lewat postingan tulisan bahkan bisa menghadiri
seminar kepenulisan di kampus UI bersama Dosen Sastra melalui undangan dari Facebook dan kali ini seorang gadis....
menemukan aku lewat akun Facebook.
Meski tidak sedikit pesan masuk lewat Facebook-ku baik dari orang luar negeri sana bahkan tidak sedikit
dari negeri sendiri mencoba melakukan hal yang tidak senonoh juga coba menipu,
ada seorang wanita yang mengaku tinggal di Amerika dan bercerita kalau ia
istri kedua meminta aku untuk menyimpan uangnya karena khawatir suaminya
kembali ke istri pertama dengan tabungan mereka. Sepertinya wanita itu meminta
aku mengirim nomor rekeningku tapi sebelum itu terjadi aku mengatakan ‘Hai,
helooooo... Anda tidak kenal saya dengan begitu mudahnya percaya sama saya,
tapi saya tidak bisa begitu saja percaya dengan Anda.... jadi maaf.’ Akhirnya
ketahuan belangnya dengan tidak membalas lagi pesanku menandakan ia penipu
kelas tri. Itu salah satu dari banyak kasus yang aku alami di akun Facebook.
Kejadian sejenis terjadi lagi lewat pesan masuk dari seorang
wanita yang mengaku dianiaya. ‘Hmm.... penipuan jenis apalagi ini?’ pikirku.
**
8 Oktober 2013 18:47
Ø Hai salam kenal ya.
< Ya, sama-sama.
Ø Kamu orang mana?
< Embong pajang
Ø Namuku Tina, aku orang Talang Leak, tapi sekarang aku ada di Jakarta, aku
berkerja tapi aku kabur karena majikanku jahat.
< Kamu lahir tahun berapa? Tinggal di mana kamu sekarang?
Ø Aku lahir tahun 1994, aku sedang di Jakarta aku tidak tahu jalan pulang ke
Lebong, kamu mau menolong aku?
< Mana nomor HP kamu? Kirim sama aku... tapi jangan
ganti-ganti nomor.
> 085920558xxx
> Aku minta tolong dengan kamu, aku kangen sekali dengan
kedua orang tuaku, sudah lima tahun aku tidak
bertemu dengan orang tuaku.
> Demi Allah, Aku selalu disiksa oleh majikanku, aku kabur
tapi aku tidak tahu nomor HP keluargaku, pasti keluargaku menyangka aku sudah
meninggal.
> Kenapa kamu tidak mengirim nomor kamu, besok aku telepon
kamu, aku ingin bercerita dengan kamu sudah lama aku mencari teman di Facebook, aku bertemu dengan kamu.
< Oke, ini nomorku, 085714922xxx
Ø Terima kasih ya, kamu sudah mau menjadi temanku, aku di sini tidak punya
teman Tun Lebong. Setiap hari berbahasa Indonesia. Besok aku telepon kamu ya.
< Kamu sudah menikah?
**
Tahun 2013 adalah tahun yang paling bahagia bagi Tina Rahel
Amanda karena pada tahun itu ia baru berpikiran ingin membuat akun Facebook, tapi ia belum tahu bagaimana
caranya. Ia minta diajarkan sama suaminya setelah itu ia mulai mencari
pertemanan dengan mencari alamat orang-orang sekampung dengnnya, yaitu Rejang
Lebong, Bengkulu tapi tidak ada hasil di dalam pencarian teman, ia coba buka
kota Curup dan mendapatkan hasil ada Rakyat Curup tapi ia berpikir terlalu jauh
untuk dijadikan teman akhirnya ia tutup akun Facebook karena setiap hari yang ia cari tidak pernah bertemu.
Keesokan harinya saat sedang mencuci, pikirannya mulai
melayang lagi ke Facebook yang ada
dibenaknya adalah mencoba mencari daerah Rejang Lebong. Dalam pencarian itu
ternyata banyak sekali foto orang Lebong tapi ia masih bertanya-tanya sendiri
alias masih belum begitu percaya apakah itu asli orang Lebong? ia masih ragu
untuk mengirim permintaan pertemanan kepada mereka. Ada satu orang Kota Donok
ia mengirimkan permintaan dan diterima, lagi-lagi ia ragu untuk bercerita lalu
coba mencari lagi dan lagi hingga akhirnya ia melihat ada foto profil Helda
Toen Qeme, setelah melihat nama tengahnya menggunakan bahasa daerah ia baru
yakin wanita itu berasal dari Rejang Lebong. Tanpa menunggu lagi ia langsung
mengirimkan permintaan pertemanan dan langsung
diterima.
Tina langsung mengirim pesan pribadi padaku dengan menahan
untuk tidak menggunakan bahasa daerah. Ia coba bertanya, apakah kamu mau membantuku? Aku menjawab mau meski
agak lama menjawabnya karena aku sendiri sedang berpikir jenis penipuan apa
lagi ini? Lalu ia bercerita tentang dirinya padaku. (Sejujurnya saat pertama
kali menerima inbox dari Tina aku berpikir ‘modus’ penipuan jenis apalagi ini?
secara di Facebook itu banyak sekali
yang menyalahgunakan akun, apalagi nama pemilik akunnya pria tanpa foto dan
ternyata itu nama anaknya tapi saat mendengar kepolosan suaranya di telepon aku
sangat yakin wanita itu memang ditipu orang. Tadinya Tina mengira aku tinggal
di Lebong dan berharap bisa menemui kedua orang tuanya.)
Aku barangkali kurang memiliki kepekaan atau lebih tepatnya
berhati-hati dengan cerita orang yang sama sekali tidak aku kenal. Meski
demikan pertama kali yang aku lakukan adalah meminta nomor teleponnya. Besoknya
aku belum memutuskan untuk menghubungi Tina tapi aku memberitahukan nomorku
dengan harapan jika ia serius pastilah menghubungi aku, dan akhirnya ia
menelepon lalu mengalirlah semua kisahnya disela gemetar bibirnya yang sudah
lama sekali tidak menggunakan bahasa Ibu. Dari nada serta cara bicaranya
membuat aku yakin lebih dari 100% kalau Tina bicara apa adanya. Suaranya polos
dan benar-benar terdengar jujur. Aku menanyakan nama daerah asalnya, nama
lengkap serta semuanya. Saat ia memberitahukan nama kampung neneknya pikiranku
langsung ke sosok seorang teman yang berasal dari desa yang sama karena desaku
sendiri lumayan jauh dari sana. Aku pun mengatakan kepada Tina untuk menghubungi
orang itu.
“Nanti aku telepon orang yang satu desa dengan nenek kamu.”
**
Rejang Lebong – Jakarta
Tina berusia 13 tahun duduk di bangku kelas 2 SMP terlahir di
keluarga sederhana bahkan sangat sederhana. Anak ke empat dari lima bersaudara,
satu laki-laki dan empat perempuan dari seorang ibu bernama Putri Ningsih biasa
dipanggil Upik dan ayah bernama Sairin. Saat itu seorang wanita paruh baya bernama I’a. datang ke rumah Tina dan bicara
empat mata dengan anak itu.
“Kamu tidak usah meneruskan sekolah karena orang tuamu susah
mendingan kamu ikut aku ke Jakarta di sana kamu bisa bekerja dan mendapatkan
uang tanpa harus kena lumpur sawah. Kamu bisa membantu kedua orang tua serta
adikmu.” Tutur wanita yang Tina panggil dengan sebutan nenek meski usianya
belum terlalu tua dengan nada menyakinkan menggunakan bahasa ibu. Wanita itu
memang sudah kenal dengan keluarga Tina serta sanak famili yang lain karena
asli satu kampung dengan neneknya Tina dan biasa datang pada keluarga yang
kurang mampu dan membawa anak-anak itu ke Jakarta bahkan sampai ke negeri
tetangga untuk mengubah nasib mereka. Dulu salah satu kakak perempuan Tina
pernah dibawa olehnya ke Malaysia namun sayangnya harus dikembalikan karena
kesehatannya tidak memungkinkan. Tina tidak begitu menggubris tawaran wanita
itu karena masih asik sekolah dan belum terpikir ke arah sana meski hati
kecilnya menyadari maksud dari kata-kata yang mengandung impian tinggi itu.
Tina tinggal di desa Tebo Nibung bersama orang tua beserta saudaranya sedangkan
rumah neneknya di Talang Leak dengan jarak sekitar lima kilo meter. Rumah
mungil yang mereka tempati mungkin lebih layak disebut gubuk namun Tina merasa
bahagia karena berkumpul dengan keluarganya.
Beberapa hari berikutnya wanita yang diketahui punya rumah
juga di Lampung itu datang lagi dan kali ini ia menemui ibunya Tina coba
membujuk wanita empat puluhan itu dengan nada santai.
“Tidak usahlah kamu menyekolahkan anakmu si Tina itu karena
hidup kalian sudah susah.” Ujar wanita itu dengan nada biasa dan tak dipungkiri
kata-kata itu benar adanya namun membuat wanita yang biasa dipanggil Upik itu trenyuh
juga mengingat kondisi keluarganya yang serba kekurangan namun ia ikhlas
membesarkan anak-anaknya.
Setelah Tina kelas tiga SMP usianya baru menginjak 14 tahun,
sebelum lulus wanita itu kembali datang untuk menembus pertahanan Tina. “Kamu
masih berpikir untuk melanjutkan sekolahmu ke tingkat SMA? Kamu pikir orang
tuamu mampu? Untuk makan sehari-hari saja kalian susah.” kali ini ia nampak
serius membuat Tina tertegun karena tertarik dan sepertinya mulai goyah,
bagaimana tidak! Ia bisa membantu keuangan keluarganya kalau bekerja dan
Jakarta, kapan lagi ke Jakarta kalau tidak sekarang sedangkan kota itu menjadi
impian banyak orang tak terkecuali dirinya yang mungkin akan sulit ke sana jika
tidak ada yang mengajak. Nada serius dan pelan itu seakan mewajibkan Tina untuk
memahaminya atau mungkin kata-kata itu hanya omong kosong karena kedua orang
tua Tina juga belum membicarakan masalah kelanjutan sekolahnya apalagi mengenai
mampu atau tidak.
“Tamat SMP nanti....” lanjutnya. “Kamu bisa ikut aku ke
Jakarta dan bekerja di sana, kerjanya tidak berat dan kamu bisa dapat uang
untuk membantu orang tua kamu. Kamu bisa pilih bekerja di salon atau yang
lainya. Kamu cantik dan gampang untuk diterima.” Kata-kata terakhirnya belum
dipahami Tina. Selama ini Tina kenal wanita itu memang sering membawa anak-anak
remaja ke Jakarta dan membantu ekonomi keluarga yang di kampung. Yang Tina
dengar ia memang tinggal di Jakarta dan punya rumah juga di Lampung. Memang
yang ia bawa selama ini tidak pernah mendapat masalah atau memang Tina tidak
tahu? Wanita yang punya rumah sekampung dengan nenek Tina itu sepertinya tidak
putus harapan untuk membawa Tina. Apakah ia memang ingin membantu orang kampung
atau punya keuntungan sendiri? Itu yang belum terpikirkan oleh Tina. Karena terbesit di otak Tina ‘Jakarta?’ anak
kampung mana yang tidak pernah tergoda mendengar nama Jakarta. Di mana nyaris
semua anak seusianya yang ada di pelosok negeri ini ingin menginjakkan kakinya
di Jakarta, melihat Monas dari dekat dan menikmati permainan di taman impian.
Wow! Dan pikiran itu mulai merendahkan kemampuan kedua orang tuanya, kalau
tidak pergi dengan orang lain rasanya tidak mungkin kedua orang tuanya mampu
mengajaknya ke Jakarta, sedang untuk makan besok dicari hari ini. Di samping
itu ia berpikir jika bekerja akan meringankan beban kedua orang tua membantu
biaya sekolah adiknya nanti dan mereka tidak lagi harus mengeluarkan uang untuk
biaya sekolahnya, meski berat karena tidak pernah jauh dari kedua orang tua
Tina menyerah.
Kedua orang tua Tina pun akhirrnya pasrah meski dengan berat
hati kecuali neneknya, wanita tua itu tidak rela melepaskan kepergiaan cucunya,
beliau hanya mengatakan.
“Ngapain sih pergi jauh-jauh sampai ke Jakarta, mendingan di
sini berkumpul dengan keluarga.” Itu kata hati seorang nenek yang tidak ingin
berpisah dari cucunya dan Tina yang sebelumnya tidak pernah sama sekali
berpisah dari keluarga tentunya akan merasa amat berat juga namun keinginannya
untuk meringankan beban hidup kedua orang tua ia menepis rasa berat itu dengan
satu keyakinan yaitu mengubah hidup menjadi lebih baik.
Setelah ujian selesai dan Tina lulus namun sebelum ijazahnya
keluar ia sudah pergi ke Jakarta.
Tina berangkat dan ternyata ada lagi satu wanita bersamanya
usianya bisa dipastikan di atas Tina yaitu sekitar dua puluhan. Dan benar,
wanita itu pernah bekerja di Jambi sekitar satu tahun. Itu pengakuannya setelah
Tina berbincang sekilas dengannya. Tina sedikit terhibur dengan temannya meski
ia tidak tahu namanya dan yakin wanita paruh baya yang membawanya tidak akan
menyia-nyiakan mereka sebab ada wanita lain yang sudah berpengalaman
bersamanya. Selain merasa lebih nyaman Tina merasa tenang ia pun tertidur di
dalam bis selama perjalanan setelah menahan kantuk padahal maksud hatinya ingin
sekali menikmati pemandangan di sisi jalan.
Wanita paruh baya itu aku panggil si A saja. Si A memang
menyarankan agar Tina dan temannya harus istirahat dan tidur di bis tidak usah
banyak bicara. Bis lintas Sumatera membawa tubuh Tina meninggalkan kampung
halamannya menuju dunia yang tidak ia pahami dan bahkan bisa dibilang
antahberantah untuk diri Tina.
Beberapa saat kemudian setelah matanya terbuka bis telah
berhenti di depan rumah makan, si A memberikan makan ala kadarnya untuk Tina
dan temannya meski perut Tina masih lapar ia tidak berani meminta lebih.
Beberapa jam kemudian saat menjelang tengah malam Tina dan temannya tiba di
Lampung, si A membawa mereka menginap di rumahnya yang di Lampung. Di sana ada
anak lelakinya yang sudah menikah tapi sudah berpisah dengan istrinya selain
itu ada anak pria itu, yaitu cucunya si A. Di rumahnya si A kembali menyarankan
Tina dan temanya untuk istirahat karena besok pagi mereka akan berangkat ke
Jakarta. Meski tidak lagi mengantuk Tina akhirnya tertidur juga karena rasa
lelah di perjalanan tadi.
Pagi-pagi buta, Tina dan temannya sudah dibangunkan oleh si A
untuk membereskan rumah dari mengepel sampai membersihkan rumput di halaman
rumahnya. Si A mengatakan kalau mereka harus terbiasa dengan hal seperti itu
dan tidak cengeng. Mereka menuruti saja apa yang dikatakan oleh si A.
Pagi menjelang siang Tina dan temannya sudah tiba di Kali
Deres setelah dua jam menyeberang laut dengan menggunakan kapal Perry. Setelah
turun mereka sudah ditunggu oleh dua orang pria dengan sosok seperti
binaragawan. Tina tidak tahu apakah kedua pria itu memang menjemput mereka atau
pria-pria itu temannya si A. Mereka dibawa ke sebuah tempat semacam rumah
penampungan atau sejenis yayasan. Diminta untuk istirahat di kamar tapi
sebelumnya Tina melihat si A menerima sebuah amplop dari orang yayasan dan ia
yakin sekali isinya uang, tidak tahu dari mana Tina dapat keyakinan itu dan
amplop itu terlihat cukup tebal. Sebelum pergi si A berpesan pada kami berdua.
“Tunggulah di sini minggu depan aku akan datang ke sini,
kalian tidak usah macam-macam atau mencari gara-gara. Nomor keluarga kalian ada
ditanganku. Baik-baik ya. Pokoknya minggu depan aku akan melihat apakah kalian
berkelakuan baik atau tidak, jika macam-macam kalian akan tahu akibatnya.”
Entah mengapa Tina percaya sekali si A benar-benar akan
datang lagi minggu depan meski saat melihat pemandangan tadi perasaannya mulai
tidak enak. Keesokkannya Tina dan temannya difoto dengan alasan gambar mereka
akan dikirim ke tempat mereka akan bekerja, supaya yang punya usaha melihat
dulu wajah dari foto atau entahlah Tina benar-benar tidak tahu.............
Bagaimana nasib Tina selanjutnya...........???
Bersambung....
Parung, 17 Juli 2018
Helda Toen Qeme
Posting Komentar untuk "Tina Titin Afiyoka (Bagian 1)"