"Kita putus saja bagaimana
Beb?"
"Sepertinya itu jalan
terbaik, kita beda dalam segala hal sayang,"
Obrolan menjelang remang itu
bukan tanpa alasan. Keduanya memang tetap berbeda walau sudah menjalin hubungan asmara selama
51 bulan. Dan detik itulah, keputusan itu diambil oleh keduanya. Tanpa ada
keributan apapun. Semuanya legowo. Sepasang kekasih itu memilih mengakhiri
hubungan mereka karena memang ada perbedaan prinsip selera dasar keduanya.
***
"Jadi begini Mas Mus, dua
hari yang lalu kami memutuskan untuk mengakiri semuanya, dengan sangat
baik-baik, tidak ada yang melukai dan terlukai," kata cowok klimis yang
cita-citanya punya grop band dengan 7 album peraih platinum itu.
"Wow! Luar biasa sekali,
super itu. Tidak ada air mata? Emosi dan sejenis penyesalan?" tanya Mas
Mus memastikan sambil menyeruput kopi tubruk asli Wonosalam kelangenannya.
"Enggak! Baik-baik dan
sangat baik, bahkan sebelum saya meninggalkannya pergi, masih sempet kukecup
lembut keningnya," kata pemuda klimis itu pada Mas Mus meyakinkan.
"Apa perbedaan yang tidak
bisa kalian 'satukan' itu?" Mas Mus memberikan kode tanda kutip dengan
gerakan jari-jarinya, walau sebenarnya kode tanda kutip itu lebih mirip kalau
dia lagi foto dengan gaya telinga kelinci.
"Pertama soal musik, kami
berbeda Mas Mus, dia suka Dangdut Koplo, saya sukanya Metal. Kedua dia suka
Barcelona dan saya hidup mati akan membela Real Madrid. Ketiga ini paling
parah, dia pendukung Foke, saya penggemar berat Jokowi! Perbedaan itu tidak
bisa kami temukan titik pangkalnya," lanjut pemuda itu dengan teramat
antusias.
"Menurutku, perbadaan itu
menguntungkan. Ilmu pengetahuan kita akan bertambah, nggak percaya? Aku tanya
satu hal, apa kamu tau lagunya Rhoma Irama yang liriknya 'Biarkan cinta den
kenangan, terkubur bersama luka. Namun tak akan kubiarkan hatiku berair mata.'
Aku yakin kamu tidak tau lagu itu, benar?" Mas tersenyum kecil.
"Iya, saya tidak tau Mas
Mus," sahut pemuda klimis dengan jujur.
"Saat tawa terasa sekedar
basi, senyum palsu tanpa makna!"
"Menuju Matahari!?"
Pemuda menebak cepat judul lagu yang baru saja dilantunkan Mas Mus.
"Ya, Down For Life,"
Mas Mus mengiyakan jawaban pemuda klimis.
"Musikmu masih cetek!
Dangkal! Nggak akan kamu bisa dapet platinum kalau kamu hanya mempunyai satu
aliran musik sebegai referensimu, semakin banyak kamu tau, akan semakin tinggi
kemampuanmu, dan kalau kamu tau semua jenis lagi, tingkat kegantenganmu akan
naik 10-15 persen," Mas Mus tersenyum sekali lagi.
Pemuda itu segera berdiri dari
duduknya. Dia hendak melangkah pergi meninggalkan Mas Mus.
"Kemana?" Tanya Mas Mus
kaget.
"Saya butuh refernsi lebih
banyak Mas Mus, kalau dia suka dangdut, setidaknya saya akan tau beberapa lagu
kesukaannya, kalau dia suka Barca setidaknya kita bisa tarunan beli CD orginal
kesukaan buat yang kalah, iyakan?" Pemuda itu menahan langkahnya, gayanya
nggak asik banget, kaki kiri didepan, tangan kiri didepan, mirip anak-anak
latian gerak jalan yang salah-salah mulu. Udah gitu dia memakai pose mematung,
hanya bibirnya yang komat-kamit kayak robot konslet.
"Lanjutkan anak muda! Bawa
dia kembali, cinta tidak mengenal perbedaan, yang ada adalah saling mengerti
dan memahami," Mas Mus manggut-manggut, lalu menjuhut cangkir kopi
tubruknya. Diminumnya seteguk, lalu tersenyum lebar.
- LANJUT MAS MUS!? -
Posting Komentar untuk "Cerbung MAS MUS "Beda Suara Beda Selera" Oleh Endik Koeswoyo"