PERAWAN TUA
BY : SIERIE KOTO
Entah ini kencan keberapa? Aku tidak
ingat, dan aku tak ingin mengingatnya. Gusti mengajakku ke sebuah restoran yang
cukup nyaman, untuk makan siang. Kami bicara sekedarnya, benar-benar
sekedarnya. Aku berfikir keras bagaimana caranya, supaya perjodohan ini
berhasil. Bukan karna aku sangat mencintainya, atau menginginkannya karna hal
lain. Aku hanya ingin beban berat ini segera berakhir, beban yang di letakkan
keluargaku dan masyarakat di pundakku, tanpa mereka peduli apa aku kuat
menangungnya atau tidak. Kalau perjodohan ini gagal lagi, mereka akan kecewa,
mereka akan terus memperingatkan aku kalau usiaku sudah 35 tahun lebih.
Hampir 3 jam
kencan ini berjalan, Gusti, saudara dari kakak iparku itu, tak pernah
menyinggung tentang perjodohan, yang sudah di atur kakakku dan kakak iparku
itu. Ya Allah, apa yang harus aku
lakukan? Sebagai wanita, aku tak mungkin lebih agresif, atau merengek minta di
kawini. Aku tidak mau melakukannya.
Kenapa aku harus mengalami ini lagi, dan lagi?! Aku berharap bumi menelanku.
Sampai di rumah, aku berusaha
bersikap wajar dan tersenyum, seakan semua baik-baik saja. Ibu dan kakakku yang
sengaja menungguku pulang, langsung bertanya tentang kecanku dengan Gusti. Aku
menjawab sekedarnya, mereka kecewa. Kakakku langsung pergi dengan wajah
merengut, sementara ibu, sangat sedih. Wajah sedih ibu, adalah kesedihan
terdalam buatku. Oh ibu, kenapa ibu harus sesedih itu? Hanya karna aku belum
menikah? Andai ibu tak sesedih itu, maka aku baik-baik saja, aku tidak butuh
menikah, setidaknya sampai jodoh itu datang dengan sendirinya.
Air mataku tak terbendung lagi, aku menyesali
diri mengapa aku di takdirkan menjadi wanita yang mungkin sangat tidak menarik?
Sehingga begitu sulit untuk para lelaki memandangku dan menyukaiku? Aku
memandang setiap inci tubuhku dari atas sampai bawah, yang putih mulus tak ada
cacat sedikit pun. Bahkan tubuhku tergolong seksi, tapi... apa yang terjadi?
Aku juga bukan wanita yang berkelakuan buruk, keluargaku memang tidak kaya,
tapi juga bukan keluarga yang miskin. Keluargaku adalah keluarga yang baik di
mata masyarakat.
Ingatanku kembali
ke 12 tahun lalu, masa indah jatuh cinta bersama Andre, cinta pertamaku. Kami
sudah mempersiapkan masa depan bersama, tapi ternyata semua harus berakhir
karna kesalah pahaman keluargaku dan keluarganya. Bapakku ingin aku selesai
kuliah dulu sebelum berhubungan serius, entah bagaimana imformasi yang di
terima keluarga Andre, yang membuat keluarganya berubah jadi tidak menyetujui
hubunganku dengan Andre, mereka menjodohkan Andre dengan wanita lain.
Bertahun-tahun
aku terpuruk dalam kesedihan, aku sangat mencintainya. Dua tahun setelah
perpisahan itu, aku nekad mencarinya di picu rindu yang tak tertahankan. Aku
melihat Andre tertawa bahagia di samping seorang wanita hamil, istrinya. Dunia
perhanti berputar, lalu jatuh di kepalaku, aku hancur dan kehilangan harapan.
Aku menangis semalaman. Sejak saat itu, aku benci dengan cinta, tak sadar
usiaku sudah memasuki kepala tiga. Keluargaku mulai cemas dan selalu bertanya,
mana pacarku? Mana calon suamiku? Aku berusaha move on, dan membuka hati lagi.
Tapi ternyata tidak mudah, saat ada yang mencoba mendekatiku, aku merasa tak
nyaman, akhirnya laki-laki itu mundur teratur. Aku sering di omeli sama
kakak-kakakku, terkadang mereka memaksaku berhubungan dengan orang yang tidak aku sukai.
Cara pandang masyarakat di daerahku,
adalah yang membuat hidupku tambah berat.
Yang membuat ibuku tak tahan mendengar bisik-bisik tetangga yang
bergunjing kalau ibuku punya anak seorang perawan tua. Ibu jadi stres
memikirkan aku yang belum juga mempunyai pendamping. Keluargaku mulai kasak-kusuk
mencarikan aku jodoh, tak tega melihat ibu sedih, aku menerima semua laki-laki
yang di sodorkan keluargaku. Aku tak peduli walau aku sangat tidak suka dengan
laki-laki itu, aku tak peduli seperti apa laki-laki itu sebenarnya? Aku tak
peduli kemungkinan laki-laki itu spikopat atau bukan...aku bahkan pernah di
mandikan kembang tujuh rupa, hatiku tak terima, sakit, sedih, tapi aku pasrah
menerima yang kata keluagaku adalah usaha untuk mendapatkan jodoh! Betapa aku juga ingin membahagiakan ibu, yang
sudah tua. Aku juga ingin menikah, punya keluarga, anak-anak dan suami yang
mencintaiku. Betapa aku juga iri melihat teman-temanku yang semuanya sudah
menikah dan punya anak. Betapa aku sangat sedih dan hancur melihat ibu sakit
karna banyak fikiran akibat mendengar setiap kali tetangga akan menikah, tapi
apa yang bisa aku lakukan? Aku tak berdaya selama Tuhan belum mengirimkan jodoh
untukku. Mengapa Tuhan mentakdirkan aku menjadi wanita yang sangat
menyedihkan?!
Hari-hari berat dan sepi berjalan
membawaku ke usia 40 tahun, dan aku merasa menjadi orang yang tidak berhak
bahagia selama aku belum menikah. Padahal aku adalah wanita yang sukses dalam
pekerjaanku. Satu persatu keponakanku
menikah, mereka punya anak. Di usiaku kini 44 tahun, anak dari ponakanku memanggilku,
nenek. Ibu sudah tidak lagi stres mendengar ada orang yang menikah, masyarakat
yang usil, juga sudah capek mempergunjingkan aku selama 20 tahun. Dan aku, pasrah
dengan pikiran, bahwa Tuhan tidak menyediakan jodoh untukku..
END
1 komentar untuk "PERAWAN TUA"