Patah Hati Membuat Anis Bersyukur Gadis manis kelahiran Kareng Kidul, Probolinggo ini mengawali karir menulisnya setelah dilanda patah hati akibat pria pujaan hati yang dijodohkan pada perempuan lain.
Rasa terpuruk menggerakkan jari-jemarinya untuk menulis. Mula-mula segala curahan hatinya Anis curahkan dalam buku harian (diary) kesayangannya. Setelah itu keseriusannya ka lanjutkan dengan bergabung ke grup menulis. Tak sedikit grup menulis ia masuki. Bahkan saking banyaknya, Anis nyaris ada di semua grup menulis berbasis aplikasi whatsApp. Baginya, menyimak adalah cara yang baik untuk belajar. Dari situlah Anis kemudian berhasil menelurkan 4 antologi dan 2 karya masih dalam proses cetak. Antologi pertamanya tentang dongeng diterbitkan oleh KPN salah satu penerbit dari grup menulis.
“Antologi ke 7 di AT Pres masih proses pembantaian, saya suka tulisan saya ‘dibantai’ karena akan banyak pelajaran yang akan saya dapat.” Imbuh penyuka film kartun ini berharap ke depannya bisa menulis novel dan menembus penerbit mayor.
Sekarang Anis rajin menyimak isi grup Jaringan Penulis Indonesia (JPI) meski jarang masuk di komentar ia sering japri ke teman yang ada di dalam grup apalagi ada hal yang tidak ia mengerti dalam hal menulis tentunya.
“Kenal grup WA JPI dari salah satu anggota JPI dan dia idola saya sekarang. Andai tidak pernah merasakan patah hati mungkin saya tidak akan terjun ke dalam dunia menulis dan saya merasa bersyukur mungkin ini sudah takdir saya,” tutur putri seorang petani itu melalui pesan singkat whatsApp.
Beberapa Antologi Anis |
Sulung dari dua bersaudara ini ditinggal sang ibu saat duduk di bangku kelas 2 SMA. Beberapa tahun setelah mangkat ibunya tercinta, bapaknya memutuskan untuk menikah lagi. Kini Anis tinggal bersama adik perempuannya, bersebelahan dengan rumah nenek dan bapaknya yang tinggal di rumah ibu sambungnya.
Anis tak boleh berpergian jauh dari rumahnya. Ia menghabiskan waktunya untuk menulis dan menulis. Baginya, hanya dengan menulis waktunya yang panjang di rumah berubah menjadi singkat.
“Saya hanya tinggal di rumah yang berada jauh dari pusat kota dan mengerjakan semua pekerjaan rumah karena tidak diizinkan kerja di luar. Saya tidak punya laptop, menulis antologi lewat HP, tidak juga ada uang untuk membeli novel atau buku-buku lainnya bahkan tidak diizinkan kuliah. Saya menyalurkan hobi membaca saya di grup akun media sosial ternama yang sering memposting cerita bersambung. Jangan tanya gelar yang saya sandang sekarang ‘perawan tua’ kata mereka, karena di kampung saya rata-rata menikah muda. Dan itu pun keinginan terbesar nenek saya, yaitu agar saya segera menikah, titik.” Ujar Anis yang mengidolakan Buya Hamka, Sapardi dan Asma Nadia.
Karya demi karya lahir dari setiap rangkaian kalimat yang Anis tulis di layar ponselnya. Meski tak mendapat honor saat tulisan perdananya, namun Anis puas dengan karya yang lahir dari tekadnya yang kuat.
“Saya hanya tinggal di rumah yang berada jauh dari pusat kota dan mengerjakan semua pekerjaan rumah karena tidak diizinkan kerja di luar. Saya tidak punya laptop, menulis antologi lewat HP, tidak juga ada uang untuk membeli novel atau buku-buku lainnya bahkan tidak diizinkan kuliah. Saya menyalurkan hobi membaca saya di grup akun media sosial ternama yang sering memposting cerita bersambung. Jangan tanya gelar yang saya sandang sekarang ‘perawan tua’ kata mereka, karena di kampung saya rata-rata menikah muda. Dan itu pun keinginan terbesar nenek saya, yaitu agar saya segera menikah, titik.” Ujar Anis yang mengidolakan Buya Hamka, Sapardi dan Asma Nadia.
Karya demi karya lahir dari setiap rangkaian kalimat yang Anis tulis di layar ponselnya. Meski tak mendapat honor saat tulisan perdananya, namun Anis puas dengan karya yang lahir dari tekadnya yang kuat.
“Antologi pertama memang tidak dibayar, namun setelah itu saya dibayar meski tidak banyak tapi saya senang sekali. Guru Bahasa Indonesia saya mengingatkan jika sudah keranjingan menulis jangan lupa sama Allah dan salah satu teman SMA saya ikut memberi support (dukungan) agar suatu saat tulisan saya bisa menembus FTV.” Tambah Anis yang punya cita-cita mengajak keluarganya naik haji.
Di tengah keterbatsan fasilitas, Anis terus berkarya dan menjalin komunikasi dengan anggota komunitas menulis yang ada di grup whatsapp yang diikutinya. Anis selalu ingin membaca banyak buku, karena ia sadar bahwa dengan buku ia bisa membelah dunia.
“Saya ingin membaca buku apa saja, dan jika nanti punya anak akan saya tanamkan sikap untuk bertanggung jawab.” Ujar gadis 20-an itu mengakhiri obrolannya dengan penulis. (HTQ)
Profil:
Nama: Anis Kumala Dewi
TTL.: Probolinggo, 23 Juli 1998
Jenis Kelamin: Perempuan
Pendidikan :
- TK Cempaka Putih (Desa Karemg Kidul, Kec. Wonomerto. Kab. Probolinggo)
- SDN (Karang Kidul, Kec. Wonomerto, Kab. Probolinggo)
- Madrasah Tsanawiyah (Desa Karang Kidul, Kec. Wonomerto, Kab. Probolinggo)
- Pondok pesantren Syekh Abdul Qodir Al-jaelani (Desa Rangkang, Kec. Kraksaan, Kab. Probolinggo)
- SMA Islam Miftahul Arifin (Desa Patokan, Kec. Bantaran, Kab. Probolinggo)
Medsos:
Posting Komentar untuk "Anis Kumala Dewi, Menulis untuk Mengusir Sepi"