Penulis: Lina Dazidya
Andi Lisdawati Usman, penulis dari
Kepulauan Selayar, sebuah kabupaten paling selatan Provinsi Sulawesi Selatan
yang biasa juga disebut warga setempat sebagai Tanadoang atau tanah tempat
berdoa. Kelahirannya menjadi kado akhir tahun terindah untuk kedua orang
tuanya. Penulis satu ini lahir di penghujung tahun tepatnya pada tanggal 31
Desember 1994.
Lisda, begitu orang memanggilnya, terinspirasi
menulis sejak pertama kali membaca sebuah karya dari salah seorang penulis
bernama Mira Pasolong. “Setting dalam karya Kak Mira Pasolong
mengenalkan daerah sendiri yang kemudian membuat saya ingin mengikuti beliau,”
begitu tuturnya saat diwawancarai melalui WhatsApp. Selain itu juga, gadis
berdarah Bugis ini suka menulis pada setiap kesempatan agar tetap bisa
mengingat momen-momen yang terjadi dalam hidupnya sejak kecil dan berkeinginan
agar karyanya tetap hidup meninggalkan jejak dalam ingatan banyak orang meski
kelak raganya telah tiada lagi di dunia ini.
Awal mempublikasikan karyanya, Lisda aktif
menulis puisi di media sosial yang membuatnya digelari Ratu Galau oleh
teman-teman semasa kuliahnya. Pada awal 2016, penyuka warna merah simbol berani
ini tiba-tiba mendapat DM dari sebuah akun puisi sampai menjadi admin
@kolaborasi.puisi dan kemudian grup yang juga memiliki member se-Indonesia ini
membentuk sub anggota regional agar bisa saling berjumpa di dunia nyata. Dari
sinilah sepak terjangnya di dunia literasi Indonesia dimulai. Dengan semakin banyaknya teman dengan hobi
yang sama dan mengikuti beberapa penerbit, salah satu di antaranya meminta
mengirimkan naskah puisi yang menjadi antologi puisi pertamanya. Setelah hampir
satu tahun berjalan, Lisda dan anggota grup kolaborasi puisi regional Makasar
lainnya memutuskan untuk bertemu. Ada tujuh anggota yang hadir yang kemudian
menyebut diri mereka dengan sebutan kurcaci penulis. Kurcaci penulis ini
memiliki slogan “kita adalah luka yang diselamatkan oleh puisi” dan sukses
menghasilkan sebuah karya yang berjudul buku diary 7 kurcaci. Buku itu adalah
buku senandika pertama yang booming sampai mengantarkan mereka pada
wawancara di Kompas TV dengan tema “yang muda yang menulis”.
Kesuksesan alumni perikanan UNHAS ini di
dunia literasi Indonesia membuat teman-temannya yang dulu menyebutnya si ratu
galau justru mengaku merasa bangga karena dirinya berhasil mengubah patah hati
menjadi royalti. Selain menulis, gadis yang kini merantau di Kabupaten Tojo Una-una,
Sulawesi Tengah mulai tahun 2018 dan bekerja menjadi penyuluh perikanan ini
juga pernah aktif belajar musikalisasi bersama NP @negeripuisi dan
@melodius_aksara.
Adapun karya yang pernah dihasilkan, antara
lain:
1. 99 Penyair Waktu, Mandala Penerbit, 2016
2. Semangat Juang, Mandala Penerbit, 2017
3. Diary 7 Kurcacis, Nasmedia, 2017
4. Cerpen 7 Kurcaci, Nasmedia 2018
Posting Komentar untuk "Andi Lisdawati, Ratu Galau yang Berhasil Mengubah Patah Hati Menjadi Royalti"