Penulis : Mia Hasan
Dinda senang menulis
sejak kecil. Terutama menulis cerita fiksi, dari menulis cerpen hingga drama
sekolah. Ia juga beberapa kali mengikuti lomba menulis. Selain menulis Dinda
paling suka menonton film.
Kesukaannya menonton film
ini yang kemudian membuat Dinda memilih melanjutkan pendidikannya ke Institut
Kesenian Jakarta selepas lulus SMA. Awalnya tujuan utamanya adalah ingin
menjadi sutradara. Tapi saat kuliah ia merasa lebih menikmati proses menulis
skenario, sehingga akhirnya jurusan penulisan skenario lah yang ditekuni Dinda
hingga lulus dari IKJ.
Setelah lulus kuliah,
Dinda sempat menjadikan penulis skenario in house sebagai targetnya.
Beberapa PH dijajakinya, namun ia malah sering mendapatkan tawaran
sebagai penulis lepas. “Alhamdullilah kayaknya emang rejekinya di freelance.”,
kelakar Dinda yang pada akhirnya sampai sekarang sudah nyaman menjadi penulis
skenario lepas.
Bergabung dengan JPI
sejak tahun lalu, perempuan yang menyukai kucing ini merasa senang bisa menjadi
bagian dari JPI. Ia bergabung dengan alasan ingin menambah teman, komunitas dan
wawasan. Selama menjadi salah satu member, Dinda mengaku mendapat banyak insight
dari industri penulisan.
Berbeda dengan kebanyakan
orang yang mungkin merasa beruntung dengan privilege yang dimiliki, Dinda yang
lahir pada November 1994 kadang justru merasa bahwa privilege yang dimiliki kadang
malah bisa membuat seseorang menjadi sombong.
Dinda bercerita, dengan
latar belakang pendidikannya di IKJ, banyak orang yang merasa minder saat tahu
kalau Dinda anak IKJ. Padahal menurutnya semua sama aja. Ia merasa mungkin hal
ini terkait dengan stereotype bahwa anak IKJ itu suka sombong dengan kemampuan
dan latar belakang mereka. Dinda ingin mengingatkan saja untuk siapapun yang mendapatkan
kesempatan buat kuliah atau ambil kursus mahal belajar penulisan apapun, jangan
pernah sombong atas privilege yang kalian dapat. Jangan pernah lupa fakta bagaimana
orang-orang yang belajar otodidak itu banyak yang jauh lebih hebat dari yang
belajar secara formal. Alasan utamanya bukan karena bakat, tapi karena mereka
bisa rendah hati dan mau mendengar. Jadi berhenti merasa hebat hanya karena
punya privilege yang gak semua orang punya.
Quotes yang selalu Dinda ingat adalah "Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah" - Pramodya Ananta Toer. Saat ini Dinda yang berdomisili di bilangan Jakarta Selatan sehari-hari sedang sibuk bermain dengan kucing-kucing kesayangannnya di sela-sela jadwal bekerjanya sebagai penulis skenario. Ingin tahu lebih banyak tentang Dinda? Kamu bisa mengintipnya di akun @dendafs pada platform Instagram. (Mia Hasan)
Posting Komentar untuk "Dinda A. F. Suratman, Si Penyayang Kucing yang Suka Menulis"