Membaca judulnya, pasti terasa asing, ya. Mencari di google pencarian pun pasti susah. Ini karena bentuk puisi Selingkar ini belumlah populer. Mungkin karena adanya batasan jumlah kata per larik, menjadikan puisi ini sedikit sulit dibuat.
Kenali singkat, yuk, bentuk puisi Selingkar ini.
Dicetuskan pertama kali oleh Andri Pituin, dari Cianjur, puisi Selingkar ini termasuk dalam bentuk puisi pola tuang, yang mana puisinya membentuk semacam pola sendiri, dalam hal ini (seolah-olah melingkar). Jika dibayangkan, mungkin akan menjadi tali yang dibuat menggulung (melingkar).
Berikut aturan dalam puisi Selingkar.
1. Setiap larik, maksimal hanya boleh 3 kata.
Pastikan konsisten. Jika sudah menentukan 2 kata, maka sampai selesainya puisi hanya boleh menggunakan 2 kata.
Mungkin saat dibaca akan terasa aneh, terpenggal atau terbata-bata. Ini biasanya disebabkan tidak samanya jumlah suku kata, karena suku kata tidak dibatasi.
Contoh:
Aku padam
Dambakan renjana
Nadanya menua
2. Suku kata terakhir, menjadi suku kata pertama di larik berikutnya
Contoh:
Aku padam
Damba renjana
Nadanya menua
3. Suku kata terakhir, pada larik terakhir (penutup) adalah juga suku kata pertama di awal larik (pembuka)
Contoh:
Aku padam
Damba renjana
Nadanya menua
4. Puisi ini boleh aja ber-bait dengan jumlah larik per baitnya dibebaskan.
5. Judul puisi tidak harus diawali kata SELINGKAR
6. Tidak ada batasan panjangnya puisi, namun begitu sebaiknya dibangun minimal 3 larik. Sehingga sekurang-kurangnya ada 9 kata dalam puisi.
Puisi ini memang kurang populer, tetapi tak ada salahnya dicoba sebagai penambah khasanah berkarya kita. Di bawah, saya mencoba membuatnya satu. Tidak terlalu bagus, tapi sangat terbuka untuk kritik dan saran. Selamat membaca.
Aku Berdoa
Hancur dalam angsana
Nadiku berdetik merana
Nahas takdir tertera
Rabun sudah masa
Saatku sebentar lagi
Giris membayang kealpaan
Andai masa terulang
Langkah kubawa baik
Ikrar menggaung diri
Rinai sesal bertetesan
Sandarkan diri pada
Dasar kebenaran iman
Mantapkan aku iktikaf
Kaffah bersama diam
Ampuni aku Tuhan
Ujung Timur, 2018
-See Tea-
Posting Komentar untuk "Puisi Selingkar, Menggulung Kata Dalam Puisi"