Penulis: Kartika Endah P.
Foto: Istimewa/ Kartika Endah |
Dolan Maton adalah bahasa Jawa yang artinya bermain yang bagus. Bermain yang bermanfaat. Tidak sekadar pergi dari rumah dan menghabiskan waktu. Pulang dari bermain, menghasilkan sesuatu yang bermanfaat seperti yang dilakukan 7 orang (wong pitu) pegiat literasi dari Madiun raya.
Dusun Wonomulyo Desa Genilangit Kecamatan Poncol Kabupaten Magetan menjadi tujuan kami. Lokasinya eksotis. Enam kelokan tajam nan curam menambah serunya perjalanan kendaraan roda dua hari itu.
Malam itu juga wong pitu turun untuk pulang. Membawa banyak bekal. Ide naskah, ide kegiatan sastra budaya berikutnya, ide membumikan keindahan karya, yang kesemuanya bermuara untuk kemanfaatan diri. Siap menjadikan diri sebagai ladang cinta, siapa pun boleh memanennya. Wong pitu dengan keyakinan masing-masing, toleransi yang menyelimuti kebersamaan. Semoga rida dari Sang Penentu. (KE)
Dusun Wonomulyo Desa Genilangit Kecamatan Poncol Kabupaten Magetan menjadi tujuan kami. Lokasinya eksotis. Enam kelokan tajam nan curam menambah serunya perjalanan kendaraan roda dua hari itu.
Vlogger mulai ramai lalu lalang mengunggah kawasan ini. Ada yang menyebutnya dengan sebutan Nepal-nya Jawa Timur. Vihara Vimalakirti menjadi titik henti perjalanan. Vimalakirti itu adalah nama Boddhisatwa atau pelaksana ajaran Buddha Sakyamuni. Beliau ingin semua mahkluk hidup bahagia dan tidak mengalami penderitaan.
Bukan hanya menikmati indahnya alam sambil diguyur gerimis kecil di sore hari, suara alunan Tongling menambah betah kami. Rasanya ingin sekali berlama-lama di sini. Tongling, kesenian musik dari Dusun Wonomulyo. Awalnya warga hanya menggunakan kentongan dan seruling tapi sekarang sudah dipadukan dengan gitar dan tipung.
Bukan hanya menikmati indahnya alam sambil diguyur gerimis kecil di sore hari, suara alunan Tongling menambah betah kami. Rasanya ingin sekali berlama-lama di sini. Tongling, kesenian musik dari Dusun Wonomulyo. Awalnya warga hanya menggunakan kentongan dan seruling tapi sekarang sudah dipadukan dengan gitar dan tipung.
Aksi dari ketujuh tamu pun ikut meramaikan setelah berkolaborasi. Puisi dibawakan syahdu oleh Mbak Nina Wahyu, Terompet “Nanggala” ditiup oleh Mas Fileski, Geguritan ditembangkan Mas Tulus Setyadi, Tuan rumah digawangi Mas Rombakwin dengan tembang Wonomulyo, semantara Saya bersama Irwan Kusuma, Bagus Yan, dan Edi mendokumentasikannya.
Penampilan ditutup dengan nyanyi bersama lagu-lagu kebanngsaan dan keroncong. Yah, malam itu tanggal 1 Juni, setelah bersama memantapkan arti Pancasila dalam jiwa. Bertepatan malam Rebo Wage, ada ritual kirim doa dan mbruncah berkat di makam Ki Hajar Wonokoso, leluhur yang membuka alas (hutan) dan menjadikannya Wonomulyo. Wono=alas, hutan dan mulyo=kemulyaan.
Malam itu juga wong pitu turun untuk pulang. Membawa banyak bekal. Ide naskah, ide kegiatan sastra budaya berikutnya, ide membumikan keindahan karya, yang kesemuanya bermuara untuk kemanfaatan diri. Siap menjadikan diri sebagai ladang cinta, siapa pun boleh memanennya. Wong pitu dengan keyakinan masing-masing, toleransi yang menyelimuti kebersamaan. Semoga rida dari Sang Penentu. (KE)
Posting Komentar untuk "Wong Pitu Dolan Maton, Dusun Wonomulyo"